Selamat Datang Di Kaos Pinang, kaos oleh-oleh kreative khas tanjung pinang Hub: 0878 9424 8464 Pin BB:21E816DB
kaos khas pinang

kaos khas pinang

Kaos Pinang |kaos khas pinang|sablon kaos pinang|

Koas pinang model terbaru harga murah,

Kaos Pinang |kaos khas pinang|sablon kaos pinang|

Koas pinang model terbaru harga murah,

kaos khas pinang
http://1.bp.blogspot.com/-jrc6KhYmT6o/U-GL89T15DI/AAAAAAAAAFM/2hWUbDki-L4/s72-c/kaos+pinang.jpg
Detail
Tanjung Pinang, Pulau Pantun

Tanjung Pinang, Pulau Pantun

Tanjung Pinang, Pulau Pantun




 
Bisa dikatakan pantun merupakan kesenian yang kian terpinggirkan dan secara perlahan mulai tergerus zaman. Padahal banyak cara untuk menyelamatkan karya satra khas Melayu ini. Salah satunya dengan menggelar opera pantun yang berlangsung di Jakarta belum lama ini. Dengan sajian pantun bergaya baru, penonton tidak akan bosan menikmati seni yang sarat akan nasehat.

Salah satu bait pantun yang didendangkan dalam rangkaian opera pantun adalah karya Rizal Nur. Sastrawan Melayu yang aktif melestarikan pantun di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau ini sengaja mengemas pantun secara berbeda. Opera pantun sebenarnya sebuah rangkaian pantun dalam jalinan cerita. Cara ini dibuat supaya penonton tidak bosan menyimak isi pantun tanpa kehilangan maknanya.

Ada beragam bentuk pantun yang tersebar dalam budaya masyarakat Melayu. Antara lain pantun percintaan, pantun mantra, pantun menidurkan anak, hingga pantun perkawinan. Semua pantun tersebut memiliki kesamaan, yaitu sarat akan nasehat dan berkaitan erat dengan unsur agama Islam meski diucapkan dalam suasana yang berbeda-beda.
Upaya melestarikan budaya pantun sudah seharusnya digalakkan, bersamaan pagelaran tersebut bertempat di Taman Ismail Marzuki (TMI), Jakarta, selasa 30 April 2008 sekolompok budayawan dan sastrawan Tanjungpinang menampilkan opera pantun yang mampu memesona penonton dalam penyuguhan yang aktraktif dan kreatif.

Selain menampilkan permainan opera pantun, rencana pencanangan ditandai dengan ikrar bersama Yayasan Panggung Melayu (PM) dan budaya Melayu se-Asia Tenggara, menetapkan Kota Gurindam, Tanjungpinang sebagai Negeri Pantun.

Tanjungpinang secara historis memiliki perkembangan kesusastraan yang menawan dan sangat pantut dikenang dan dikembangkan. Alasan ini yang menjadi dasar kenapa Kota Tanjungpinang ditetapkan sebagai negeri sastra pantun, demikian yang disampaikan Pimpinan Yayasan Panggung Melayu Rizal Nur.

”Pantun, di negeri pantun (Tanjungpinang) merupakan sebuah karya sastra lisan melayu yang secara turun-temurun sudah dikenal dengan kebiasaan masyarakatnya yang menggunakan pantun sebagai dasar komunikasi dalam menyampaikan maksud dan kehendak, budaya tersebut terbawa pada era saat ini, contohnya setiap pembukaan maupun penutupan kegiatan selalu dimulai dan diakhiri dengan pantun,” jelas Rizal Nur.


Contoh Pantun Melayu:

Tulis surat di dalam gelap
Ayatnya banyak yang tidak kena
Jagalah diri jangan tersilap
Jikalau silap awak yang bencana

Hendak belayar ke Teluk Betong
Sambil mencuba labuhkan pukat
Bulat air kerana pembetung
Bulat manusia kerana muafakat

Pakai baju warna biru
Pergi ke sekolah pukul satu
Murid sentiasa hormatkan guru
Kerana guru pembekal ilmu

Lagu bernama serampang laut
Ditiup angin dari Selatan
Layar dikembang kemudi dipaut
Kalau tak laju binasa badan

Padi segemal kepuk di hulu
Sirih di hilir merekap junjungan
Kepalang duduk menuntut ilmu
Pasir sebutir jadikan intan.

Budak-budak berkejar-kejar
Rasa gembira bermain di sana
Kalau kita rajin belajar
Tentu kita akan berjaya

Jangan pergi mandi di lombong
Emak dan kakak sedang mencuci
Jangan suka bercakap bohong
Semua kawan akan membenci

Buah cempedak bentuknya bujur
Sangat disukai oleh semua
Jika kita bersikap jujur
Hidup kita dipandang mulia

Jikalau tuan mengangkat peti
Tolong masukkan segala barang
Jikalau anak-anak bersatu hati
Kerja yang susah menjadi senang

Asam kandis mari dihiris
Manis sekali rasa isinya
Dilihat manis dipandang manis
Lebih manis hati budinya

Kayu bakar dibuat arang
Arang dibakar memanaskan diri
Jangan mudah menyalahkan orang
Cermin muka lihat sendiri

Selasih tumbuh di tepi telaga
Selasih dimakan si anak kuda
Kasih ibu membaa ke syurga
Kasih saudara masa berada

Masuk hutan pakai sepatu
Takut kena gigitan pacat
Kalau kita selalu bersatu
Apa kerja mudah dibuat

Bandar baru Seberang Perai
Gunung Daik bercabang tiga
Hancur badan tulang berkecai
Budi yang baik dikenang juga

Encik Dollah pergi ka Jambi
Pergi pagi kembali petang
Kalau Tuhan hendak membagi
Pintu berkancing rezeki datang

Orang haji dari Jeddah
Buah kurma berlambak-lambak
Pekerjaan guru bukanlah mudah
Bagai kerja menolak ombak

Pinang muda dibelah dua
Anak burung mati diranggah
Dari muda sampai ke tua
Ajaran baik jangan diubah

Terang bulan di malam sepi
Cahya memancar kepangkal kelapa
Hidup di dunia buatlah bakti
Kepada ibu dan juga bapa

Kapal kecil jangan dibelok
Kalau dibelok patah tiangnya
Budak kecil jangan di peluk
Kalau dipeluk patah tulangnya

Asal kapas menjadi benang
Dari benang dibuat kain
Barang yang lepas jangan dikenang
Sudah menjadi hak orang lain

Tengahari pergi mengail
Dapat seekor ikan tenggiri
Jangan amalkan sikap bakhil
Akan merosak diri sendiri

Kapal Anjiman disangka hantu
Nampak dari Kuala Acheh
Rosak iman kerana nafsu
Rosak hati kerana kasih

Tingkap papan kayu bersegi
Sampan sakat di Pulau Angsa
Indah tampan kerana budi
Tinggi darjat kerana bahasa

Anak Siti anak yang manja
Suka berjalan di atas titi
Orang yang malas hendak bekerja
Pasti menyesal satu hari nanti

Bintang tujuh sinar berseri
Bulan purnama datang menerpa
Ajaran guru hendak ditaati
Mana yang dapat jangan dilupa


Tanjung Pinang, Pulau Pantun




 
Bisa dikatakan pantun merupakan kesenian yang kian terpinggirkan dan secara perlahan mulai tergerus zaman. Padahal banyak cara untuk menyelamatkan karya satra khas Melayu ini. Salah satunya dengan menggelar opera pantun yang berlangsung di Jakarta belum lama ini. Dengan sajian pantun bergaya baru, penonton tidak akan bosan menikmati seni yang sarat akan nasehat.

Salah satu bait pantun yang didendangkan dalam rangkaian opera pantun adalah karya Rizal Nur. Sastrawan Melayu yang aktif melestarikan pantun di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau ini sengaja mengemas pantun secara berbeda. Opera pantun sebenarnya sebuah rangkaian pantun dalam jalinan cerita. Cara ini dibuat supaya penonton tidak bosan menyimak isi pantun tanpa kehilangan maknanya.

Ada beragam bentuk pantun yang tersebar dalam budaya masyarakat Melayu. Antara lain pantun percintaan, pantun mantra, pantun menidurkan anak, hingga pantun perkawinan. Semua pantun tersebut memiliki kesamaan, yaitu sarat akan nasehat dan berkaitan erat dengan unsur agama Islam meski diucapkan dalam suasana yang berbeda-beda.
Upaya melestarikan budaya pantun sudah seharusnya digalakkan, bersamaan pagelaran tersebut bertempat di Taman Ismail Marzuki (TMI), Jakarta, selasa 30 April 2008 sekolompok budayawan dan sastrawan Tanjungpinang menampilkan opera pantun yang mampu memesona penonton dalam penyuguhan yang aktraktif dan kreatif.

Selain menampilkan permainan opera pantun, rencana pencanangan ditandai dengan ikrar bersama Yayasan Panggung Melayu (PM) dan budaya Melayu se-Asia Tenggara, menetapkan Kota Gurindam, Tanjungpinang sebagai Negeri Pantun.

Tanjungpinang secara historis memiliki perkembangan kesusastraan yang menawan dan sangat pantut dikenang dan dikembangkan. Alasan ini yang menjadi dasar kenapa Kota Tanjungpinang ditetapkan sebagai negeri sastra pantun, demikian yang disampaikan Pimpinan Yayasan Panggung Melayu Rizal Nur.

”Pantun, di negeri pantun (Tanjungpinang) merupakan sebuah karya sastra lisan melayu yang secara turun-temurun sudah dikenal dengan kebiasaan masyarakatnya yang menggunakan pantun sebagai dasar komunikasi dalam menyampaikan maksud dan kehendak, budaya tersebut terbawa pada era saat ini, contohnya setiap pembukaan maupun penutupan kegiatan selalu dimulai dan diakhiri dengan pantun,” jelas Rizal Nur.


Contoh Pantun Melayu:

Tulis surat di dalam gelap
Ayatnya banyak yang tidak kena
Jagalah diri jangan tersilap
Jikalau silap awak yang bencana

Hendak belayar ke Teluk Betong
Sambil mencuba labuhkan pukat
Bulat air kerana pembetung
Bulat manusia kerana muafakat

Pakai baju warna biru
Pergi ke sekolah pukul satu
Murid sentiasa hormatkan guru
Kerana guru pembekal ilmu

Lagu bernama serampang laut
Ditiup angin dari Selatan
Layar dikembang kemudi dipaut
Kalau tak laju binasa badan

Padi segemal kepuk di hulu
Sirih di hilir merekap junjungan
Kepalang duduk menuntut ilmu
Pasir sebutir jadikan intan.

Budak-budak berkejar-kejar
Rasa gembira bermain di sana
Kalau kita rajin belajar
Tentu kita akan berjaya

Jangan pergi mandi di lombong
Emak dan kakak sedang mencuci
Jangan suka bercakap bohong
Semua kawan akan membenci

Buah cempedak bentuknya bujur
Sangat disukai oleh semua
Jika kita bersikap jujur
Hidup kita dipandang mulia

Jikalau tuan mengangkat peti
Tolong masukkan segala barang
Jikalau anak-anak bersatu hati
Kerja yang susah menjadi senang

Asam kandis mari dihiris
Manis sekali rasa isinya
Dilihat manis dipandang manis
Lebih manis hati budinya

Kayu bakar dibuat arang
Arang dibakar memanaskan diri
Jangan mudah menyalahkan orang
Cermin muka lihat sendiri

Selasih tumbuh di tepi telaga
Selasih dimakan si anak kuda
Kasih ibu membaa ke syurga
Kasih saudara masa berada

Masuk hutan pakai sepatu
Takut kena gigitan pacat
Kalau kita selalu bersatu
Apa kerja mudah dibuat

Bandar baru Seberang Perai
Gunung Daik bercabang tiga
Hancur badan tulang berkecai
Budi yang baik dikenang juga

Encik Dollah pergi ka Jambi
Pergi pagi kembali petang
Kalau Tuhan hendak membagi
Pintu berkancing rezeki datang

Orang haji dari Jeddah
Buah kurma berlambak-lambak
Pekerjaan guru bukanlah mudah
Bagai kerja menolak ombak

Pinang muda dibelah dua
Anak burung mati diranggah
Dari muda sampai ke tua
Ajaran baik jangan diubah

Terang bulan di malam sepi
Cahya memancar kepangkal kelapa
Hidup di dunia buatlah bakti
Kepada ibu dan juga bapa

Kapal kecil jangan dibelok
Kalau dibelok patah tiangnya
Budak kecil jangan di peluk
Kalau dipeluk patah tulangnya

Asal kapas menjadi benang
Dari benang dibuat kain
Barang yang lepas jangan dikenang
Sudah menjadi hak orang lain

Tengahari pergi mengail
Dapat seekor ikan tenggiri
Jangan amalkan sikap bakhil
Akan merosak diri sendiri

Kapal Anjiman disangka hantu
Nampak dari Kuala Acheh
Rosak iman kerana nafsu
Rosak hati kerana kasih

Tingkap papan kayu bersegi
Sampan sakat di Pulau Angsa
Indah tampan kerana budi
Tinggi darjat kerana bahasa

Anak Siti anak yang manja
Suka berjalan di atas titi
Orang yang malas hendak bekerja
Pasti menyesal satu hari nanti

Bintang tujuh sinar berseri
Bulan purnama datang menerpa
Ajaran guru hendak ditaati
Mana yang dapat jangan dilupa


Tanjung Pinang, Pulau Pantun
http://1.bp.blogspot.com/-DTNcl6QWMcA/UmnoxL1qpMI/AAAAAAAAADI/c0_JuTn3Z4w/s72-c/tugu+pinang.jpg
Detail
Kelenteng Sung Te Kong berumur 300th

Kelenteng Sung Te Kong berumur 300th

Wisata Sejarah Tanjung Pinang




 
Kota Tanjung Pinang adalah ibukota Provinsi Kepulauan Riau yang memiliki Pantai Trikora pesona menarik dengan kekayaan seni budaya Melayu dan beragam kultur budaya dan suku lainnya di Indonesia yang masuk ke kota ini.

Kota tua yang indah ini sejak abad XI sudah dikenal pada masa pemerintahan Kerajaan Bentan dengan rajanya yang dikenal bernama Iskandarsyah. Namun Tanjung Pinang baru menjadi wilayah berkembang sekitar tahun 1719 rapi kemudian tidak berkembang lagi. Barulah pada masa Raja Haji menjadi Yang Dipertuan Muda Riau ke IV (1717-1784) mulai terdapat perkampungan penduduk.

Dalam perkembangannya, kota Ini kemudian berstatus kota administratif dibawah Kabupaten Kepulauan Riau (Kepri) hingga akhirnya kini menjadi ibukota provinsi. Sebagian besar penduduknya dari suku Melayu, namun dalam perkembangannya kemudian beragam suku dan etnis terutama keturunan Tionghoa mayoritas yang banyak menjadi pedagang.

Tak heran di kampung Bugis Tanjung Pinang terdapat beberapa kelenteng bersejarah anrara lain kelenteng Sung Te Kong yang berumur 300 tahun, Tay Tikong dan beringin berusia 200 tahun yang hingga hari ini masih berfungsi sebagai rumah ibadah sekaligus menjadi obyek wisata.

Kekayaan sejarah dan budaya merupakan sam keunikan tersendiri di wilayah pemerintah kota Tanjung Pinang ini. Bukti-bukti peninggalan phisik seperti situs, bekas istana, makam-makam tokoh sejarah dan berbagai artifak menjadi aset-aset tak ternilai.

Kompleks Makam Daeng Celak, komplek Makam Tun Abas, komplek makarn Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah, makam Raja Haji Fisabililah Marhum Teluk Ketapang, komplek maka Engku Puteri, makam Raja Ja'far YDM Riau VI, komplek makam Raja Abdul Rahman YDM Riau VII dan makam Embung Fatimah merupakan obyek wisata ziarah di kota ini.

Tanjung Pinang tempat yang menyenangkan untuk berjalan kaki santai menikmati suasana kota. Cobalah pergi ke sebuah gereja Katolik bergaya kolonial yang terletak di Jl. Diponegoro. Gereja ini dibangun di atas sebuah bukit. dan dari gereja terlihat pemandangan yang indah ke arah kota Tanjung Pinang di bawahnya hingga ke Pulau Penyengat. Dari sini Anda dapat pergi ke Jl. Hang Tuah yang berada pinggir pantai, dibalik bukit yang merupakan tempat favorit bagi penduduk Tanjung Pinang untuk bersantai dt taman yang terdapat di tempat ini.

Dari dermaga Pelantar II Anda dapat menumpang sampan menyeberangi teluk menuju ke Senggarang yang merupakan desa yang rnenarik untuk dikunjungi. Perahu akan menurunkan Anda di Kampung Cina yang Iuga merupakan kawasan perkampungan di atas air. Dari Kampung Cina Anda dapat berjalan menuju ke darat kemudian belok ke kiri untuk menemukan sebuah klenteng tua yang memiliki pohon beringin tua yang sangat rimbun yang tumbuh di dalam bangunan klenteng.

Jika berminat untuk rnelihat peninggalan masa lalu masyarakat kepulauan Riau maka Anda dapat pergi ke Museum Kandil Riau yang berada di bagian Timur Tanjungpinang tepatnya di Jl. Katamso. Museum ini banyak koleksi benda-benda peninggalan abad ke-18 dan 19 antara lain perahu buatan Cina dari zaman dinasti Ming, sebuah meriam dari kerajaan Melayu, alat tabuhan yang digunakan dalam pelantikan Sultan Melayu dan sebuah piring makan milik Raja Haji yang terbunuh dalam pertempuran melawan Belanda pada tahun 1784. Museum ini juga dihiasi dengan berbagai senjata pedang dan lukisan dari penguasa Melayu yang dipajang di dinding.

Pulau Penyengat berada disebelah Barat Tanjung Pinang. Pulau ini dapat dicapai dengan menumpang perahu motor yang berangkat dari dermaga utama Tanjung Pinang. Pulau berukuran mungil ini dulunya adalah pusat kedudukan dari para raja Riau. Tak heran bila kental dengan suasana Melayu dari masa silam. Pada abad ke- 19 pulau ini adalah pusat dari perkembangan kebudayaan, kesusasteraan Melayu dan juga Islam. Penguasa di Pulau Penyengat dikenal sebagai penganut Islam yang taat.

Penyengat adalah tempat yang menarik untuk dikunjungi, tidak saja karena disini terdapat banyak sisa bangunan tua peninggaian abad ke-19 dan sebuah masjid tua berwarna kuning yang dihiasi kubah dan menara cantik yang sangat mengesankan tetapi juga suasana aristokratik Melayu tempo doeloe terasa sangat kuat di pulau ini. Disini dapat ditemui sisa reruntuhan istana tua Rajah Ali dan kawasan makam Rajah Ali dan Rajah Jaafar.

Pulau Penyengat kemudian berubah menjadi pusat kebudayaan dan sastra Melayu dan pusat pengembangan ajaran Islam. Ahli-ahli agama Islam seperti para Imam dari Tanah Suci Mekah diundang mengajar di masjid kesultanan di Penyengat. Karya-karya besar sastrawan Melayu lahir di Penyengat termasuk karya fenomenal Gurindam Duabelas dan Tuhfat al-Nafis, karya sastrawan Raja Ali Haji.
Sumber : Buku Informasi Pariwisata Nusantara Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia

Wisata Sejarah Tanjung Pinang




 
Kota Tanjung Pinang adalah ibukota Provinsi Kepulauan Riau yang memiliki Pantai Trikora pesona menarik dengan kekayaan seni budaya Melayu dan beragam kultur budaya dan suku lainnya di Indonesia yang masuk ke kota ini.

Kota tua yang indah ini sejak abad XI sudah dikenal pada masa pemerintahan Kerajaan Bentan dengan rajanya yang dikenal bernama Iskandarsyah. Namun Tanjung Pinang baru menjadi wilayah berkembang sekitar tahun 1719 rapi kemudian tidak berkembang lagi. Barulah pada masa Raja Haji menjadi Yang Dipertuan Muda Riau ke IV (1717-1784) mulai terdapat perkampungan penduduk.

Dalam perkembangannya, kota Ini kemudian berstatus kota administratif dibawah Kabupaten Kepulauan Riau (Kepri) hingga akhirnya kini menjadi ibukota provinsi. Sebagian besar penduduknya dari suku Melayu, namun dalam perkembangannya kemudian beragam suku dan etnis terutama keturunan Tionghoa mayoritas yang banyak menjadi pedagang.

Tak heran di kampung Bugis Tanjung Pinang terdapat beberapa kelenteng bersejarah anrara lain kelenteng Sung Te Kong yang berumur 300 tahun, Tay Tikong dan beringin berusia 200 tahun yang hingga hari ini masih berfungsi sebagai rumah ibadah sekaligus menjadi obyek wisata.

Kekayaan sejarah dan budaya merupakan sam keunikan tersendiri di wilayah pemerintah kota Tanjung Pinang ini. Bukti-bukti peninggalan phisik seperti situs, bekas istana, makam-makam tokoh sejarah dan berbagai artifak menjadi aset-aset tak ternilai.

Kompleks Makam Daeng Celak, komplek Makam Tun Abas, komplek makarn Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah, makam Raja Haji Fisabililah Marhum Teluk Ketapang, komplek maka Engku Puteri, makam Raja Ja'far YDM Riau VI, komplek makam Raja Abdul Rahman YDM Riau VII dan makam Embung Fatimah merupakan obyek wisata ziarah di kota ini.

Tanjung Pinang tempat yang menyenangkan untuk berjalan kaki santai menikmati suasana kota. Cobalah pergi ke sebuah gereja Katolik bergaya kolonial yang terletak di Jl. Diponegoro. Gereja ini dibangun di atas sebuah bukit. dan dari gereja terlihat pemandangan yang indah ke arah kota Tanjung Pinang di bawahnya hingga ke Pulau Penyengat. Dari sini Anda dapat pergi ke Jl. Hang Tuah yang berada pinggir pantai, dibalik bukit yang merupakan tempat favorit bagi penduduk Tanjung Pinang untuk bersantai dt taman yang terdapat di tempat ini.

Dari dermaga Pelantar II Anda dapat menumpang sampan menyeberangi teluk menuju ke Senggarang yang merupakan desa yang rnenarik untuk dikunjungi. Perahu akan menurunkan Anda di Kampung Cina yang Iuga merupakan kawasan perkampungan di atas air. Dari Kampung Cina Anda dapat berjalan menuju ke darat kemudian belok ke kiri untuk menemukan sebuah klenteng tua yang memiliki pohon beringin tua yang sangat rimbun yang tumbuh di dalam bangunan klenteng.

Jika berminat untuk rnelihat peninggalan masa lalu masyarakat kepulauan Riau maka Anda dapat pergi ke Museum Kandil Riau yang berada di bagian Timur Tanjungpinang tepatnya di Jl. Katamso. Museum ini banyak koleksi benda-benda peninggalan abad ke-18 dan 19 antara lain perahu buatan Cina dari zaman dinasti Ming, sebuah meriam dari kerajaan Melayu, alat tabuhan yang digunakan dalam pelantikan Sultan Melayu dan sebuah piring makan milik Raja Haji yang terbunuh dalam pertempuran melawan Belanda pada tahun 1784. Museum ini juga dihiasi dengan berbagai senjata pedang dan lukisan dari penguasa Melayu yang dipajang di dinding.

Pulau Penyengat berada disebelah Barat Tanjung Pinang. Pulau ini dapat dicapai dengan menumpang perahu motor yang berangkat dari dermaga utama Tanjung Pinang. Pulau berukuran mungil ini dulunya adalah pusat kedudukan dari para raja Riau. Tak heran bila kental dengan suasana Melayu dari masa silam. Pada abad ke- 19 pulau ini adalah pusat dari perkembangan kebudayaan, kesusasteraan Melayu dan juga Islam. Penguasa di Pulau Penyengat dikenal sebagai penganut Islam yang taat.

Penyengat adalah tempat yang menarik untuk dikunjungi, tidak saja karena disini terdapat banyak sisa bangunan tua peninggaian abad ke-19 dan sebuah masjid tua berwarna kuning yang dihiasi kubah dan menara cantik yang sangat mengesankan tetapi juga suasana aristokratik Melayu tempo doeloe terasa sangat kuat di pulau ini. Disini dapat ditemui sisa reruntuhan istana tua Rajah Ali dan kawasan makam Rajah Ali dan Rajah Jaafar.

Pulau Penyengat kemudian berubah menjadi pusat kebudayaan dan sastra Melayu dan pusat pengembangan ajaran Islam. Ahli-ahli agama Islam seperti para Imam dari Tanah Suci Mekah diundang mengajar di masjid kesultanan di Penyengat. Karya-karya besar sastrawan Melayu lahir di Penyengat termasuk karya fenomenal Gurindam Duabelas dan Tuhfat al-Nafis, karya sastrawan Raja Ali Haji.
Sumber : Buku Informasi Pariwisata Nusantara Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia
Kelenteng Sung Te Kong berumur 300th
http://4.bp.blogspot.com/-dL0uxXPjuNk/UmnExeBtLWI/AAAAAAAAACc/h5RzYNvsS2Q/s72-c/kelenteng+Sung+Te+Kong+tanjung+pinang.png
Detail
Inilah Makanan Khas Tanjung Pinang

Inilah Makanan Khas Tanjung Pinang

Otak-otak, Makanan Khas Tanjung Pinang




 
Mendengar nama jenis makanan ini, akan terasa familiar di beberapa kota atau daerah di Indonesia. Namun, meskipun memiliki nama yang sama, jenis makanan otak-otak ini berbeda-beda di setiap daerah. Di Gresik misalnya, otak-otak terbuat dari daging ikan bandeng yang dihilangkan durinya dan dihaluskan, kemudian dimasukkan ke tubuh ikan bandeng yang berbentuk kulit sebagai pembungus daging. Sementara di Makassar dan Bangka, otak-otak terbuat dari ikan tengiri yang dibungkus dengan daun pisang dan dibakar.

Proses Pembakaran Otak-Otak Dengan Bara Api[/caption]Berbeda dengan otak-otak dari tiga daerah diatas, di Tanjungpinang, otak-otak selain terbuat dari jenis ikan seperti tengiri, kakap, atau ikan-ikan lainnya yang berdaging putih, otak-otak bisa juga terbuat dari sotong atau yang lebih akrab kita kenal dengan cumi-cumi. Sebagai salah satu daerah penghasil sea food karena letak kota Tanjungpinang yang didominasi oleh lautan, maka berbagai jenis ikan atau sotong yang digunakan sebagai bahan dasar otak-otak tersebut merupakan tangkapan langsung dari laut kota Tanjungpinang.
Proses Pembakaran Otak-Otak Dengan Bara Api
Dalam pembuatannya, ikan atau cumi digiling hingga halus dan dicampur dengan berbagai rempah-rempah sebagai bumbu penyedap. Gilingan ikan atau cumi yang sudah dibumbui tersebut kemudian dicampur dengan santan kental serta telur dan diaduk hingga merata. Adonan tersebut kemudian dibungkus dengan menggunakan daun kelapa yang masing-masing sisi ujungnya dijepit, bisa dengan lidi, atau bisa juga dengan menggunakan stapler. Adonan yang sudah dibungkus tersebut kemudian dibakar dengan menggunakan bara api hingga matang.

Ketika hendak memakannya, bisa kita rasakan aroma bumbu yang menyengat kuat setelah bungkusan daun kelapa dibuka. Karena tidak menggunakan tepung sebagai campuran dalam adonan, maka aroma dan rasa khas ikan atau cumi dari otak-otak tersebut sangat terasa di lidah. Makan satu bungkus otak-otak tidak mungkin cukup, mengingat porsi yang disajikan pada tiap bungkus daun kelapanya memang sangat sedikit. Tak heran juga bila harga otak-otak Tanjungpinang ini sangat murah, yaitu Rp 500,- untuk otak-otak berbahan dasar ikan, dan Rp 1000,- untuk otak-otak berbahan dasar cumi murni, ataupun campuran ikan dan cumi.
Untuk menemukannya pun tidak lah sulit. Begitu menginjakkan kaki di kota Tanjungpinang, kita bisa langsung menemukan otak-otak tepat di pintu pelabuhan penyeberangan Sri Bintan. Selain itu, bisa juga kita temukan di jalan-jalan pelantar menuju pelabuhan-pelabuhan lainnya seperti pelabuhan Pelantar II. Atau di daerah penghasil otak-otak yang paling terkenal di Tanjungpinang yaitu daerah Kawal, kawasan pantai sekitaran pulau Bintan

Otak-otak, Makanan Khas Tanjung Pinang




 
Mendengar nama jenis makanan ini, akan terasa familiar di beberapa kota atau daerah di Indonesia. Namun, meskipun memiliki nama yang sama, jenis makanan otak-otak ini berbeda-beda di setiap daerah. Di Gresik misalnya, otak-otak terbuat dari daging ikan bandeng yang dihilangkan durinya dan dihaluskan, kemudian dimasukkan ke tubuh ikan bandeng yang berbentuk kulit sebagai pembungus daging. Sementara di Makassar dan Bangka, otak-otak terbuat dari ikan tengiri yang dibungkus dengan daun pisang dan dibakar.

Proses Pembakaran Otak-Otak Dengan Bara Api[/caption]Berbeda dengan otak-otak dari tiga daerah diatas, di Tanjungpinang, otak-otak selain terbuat dari jenis ikan seperti tengiri, kakap, atau ikan-ikan lainnya yang berdaging putih, otak-otak bisa juga terbuat dari sotong atau yang lebih akrab kita kenal dengan cumi-cumi. Sebagai salah satu daerah penghasil sea food karena letak kota Tanjungpinang yang didominasi oleh lautan, maka berbagai jenis ikan atau sotong yang digunakan sebagai bahan dasar otak-otak tersebut merupakan tangkapan langsung dari laut kota Tanjungpinang.
Proses Pembakaran Otak-Otak Dengan Bara Api
Dalam pembuatannya, ikan atau cumi digiling hingga halus dan dicampur dengan berbagai rempah-rempah sebagai bumbu penyedap. Gilingan ikan atau cumi yang sudah dibumbui tersebut kemudian dicampur dengan santan kental serta telur dan diaduk hingga merata. Adonan tersebut kemudian dibungkus dengan menggunakan daun kelapa yang masing-masing sisi ujungnya dijepit, bisa dengan lidi, atau bisa juga dengan menggunakan stapler. Adonan yang sudah dibungkus tersebut kemudian dibakar dengan menggunakan bara api hingga matang.

Ketika hendak memakannya, bisa kita rasakan aroma bumbu yang menyengat kuat setelah bungkusan daun kelapa dibuka. Karena tidak menggunakan tepung sebagai campuran dalam adonan, maka aroma dan rasa khas ikan atau cumi dari otak-otak tersebut sangat terasa di lidah. Makan satu bungkus otak-otak tidak mungkin cukup, mengingat porsi yang disajikan pada tiap bungkus daun kelapanya memang sangat sedikit. Tak heran juga bila harga otak-otak Tanjungpinang ini sangat murah, yaitu Rp 500,- untuk otak-otak berbahan dasar ikan, dan Rp 1000,- untuk otak-otak berbahan dasar cumi murni, ataupun campuran ikan dan cumi.
Untuk menemukannya pun tidak lah sulit. Begitu menginjakkan kaki di kota Tanjungpinang, kita bisa langsung menemukan otak-otak tepat di pintu pelabuhan penyeberangan Sri Bintan. Selain itu, bisa juga kita temukan di jalan-jalan pelantar menuju pelabuhan-pelabuhan lainnya seperti pelabuhan Pelantar II. Atau di daerah penghasil otak-otak yang paling terkenal di Tanjungpinang yaitu daerah Kawal, kawasan pantai sekitaran pulau Bintan
Inilah Makanan Khas Tanjung Pinang
http://1.bp.blogspot.com/-fXuRLxdgEC0/UmnDKh-UDLI/AAAAAAAAACU/j9SE_5-S9dk/s72-c/otak-otak+tanjung+pinang.jpg
Detail
Pantai Indah di Pinang, pantai Trikora

Pantai Indah di Pinang, pantai Trikora


Pantai Trikora, pantai yang paling banyak dikunjungi wisatawan 



 
Pantai Trikora merupakan sebuah pantai yang terletak di Desa Malang Rapat, Kecamatan Gunung Kijang atau sekitar 45 kilometer sebelah timur dari pusat kota Tanjung Pinang. Bagi masyarakat kota Tanjung Pinang yang notebene merupakan ibukota dari Kepulauan Riau tentunya sudah mengenal pantai ini. Pantai ini terdiri dari empat bagian yakni Pantai Trikora satu, dua, tiga dan empat. Pantai Trikora tiga dikenal juga dengan nama Pantai Trikot dan merupakan bagian yang paling banyak dikunjungi oleh wisatawan. Pantai ini sendiri merupakan aset dari Hotel Sampoerna yang terletak di kota Tanjung Pinang.
 
Pantai Trikora menawarkan suasana serta keindahan alamnya yang begitu menawan. Pantai ini memiliki garis pantai sepanjang 25 kilometer yang banyak ditumbuhi oleh pohon kelapa maupun pohon bakau. Keeksotisan pantai ini semakin lengkap dengan pasir pantainya yang cukup lembut serta putih bersih yang dipadu dengan dekorasi alamnya yang cukup indah yakni sekumpulan batu besar yang tertata secara alami di kawasan pantai. Batu-batu besar ini juga merupakan tempat yang tepat bagi Anda yang ingin memancing.
 
Selain itu, Anda pun diperbolehkan snorkeling atau menyewa ban untuk bermain dan berenang di pantai bersama keluarga yang tentunya juga mengasyikkan. Seperti kawasan pantai pada umumnya, di sekitar pantai ini juga terdapat banyak tempat makan dan minum yang bisa Anda kunjungi serta beberapa pondok peristirahatan untuk Anda yang ingin bermalam.

Akses ke Pantai Trikora transport

Dari Bandara Raja Haji Fisabilillah, Tanjung Pinang Anda bisa menyewa taksi hingga lokasi Pantai Trikora dengan lama perjalanan sekitar 65 menit. Namun hal tersebut tentunya akan memakan ongkos perjalanan yang besar. Alternatif lain adalah dengan menyewa kendaraan karena saat ini belum tersedia angkutan umum yang melayani rute hingga ke Pantai Trikora. Dengan memakai kendaraan sewa dari pusat kota Tanjung Pinang, Anda bisa memilih rute yang menuju ke perbatasan Kabupaten Bintan. Pada rute ini, jalan yang akan Anda lalui sudah cukup bagus dan beraspal. Lalu dari perbatasan Kabupaten Bintan Anda bisa menuju ke perbatasan Gunung Kijang. Dari sini Anda bisa langsung menuju Pantai Trikora. Sepanjang perjalanan Anda bisa menikmati pemandangan alam yang ditawarkan.


Pantai Trikora, pantai yang paling banyak dikunjungi wisatawan 



 
Pantai Trikora merupakan sebuah pantai yang terletak di Desa Malang Rapat, Kecamatan Gunung Kijang atau sekitar 45 kilometer sebelah timur dari pusat kota Tanjung Pinang. Bagi masyarakat kota Tanjung Pinang yang notebene merupakan ibukota dari Kepulauan Riau tentunya sudah mengenal pantai ini. Pantai ini terdiri dari empat bagian yakni Pantai Trikora satu, dua, tiga dan empat. Pantai Trikora tiga dikenal juga dengan nama Pantai Trikot dan merupakan bagian yang paling banyak dikunjungi oleh wisatawan. Pantai ini sendiri merupakan aset dari Hotel Sampoerna yang terletak di kota Tanjung Pinang.
 
Pantai Trikora menawarkan suasana serta keindahan alamnya yang begitu menawan. Pantai ini memiliki garis pantai sepanjang 25 kilometer yang banyak ditumbuhi oleh pohon kelapa maupun pohon bakau. Keeksotisan pantai ini semakin lengkap dengan pasir pantainya yang cukup lembut serta putih bersih yang dipadu dengan dekorasi alamnya yang cukup indah yakni sekumpulan batu besar yang tertata secara alami di kawasan pantai. Batu-batu besar ini juga merupakan tempat yang tepat bagi Anda yang ingin memancing.
 
Selain itu, Anda pun diperbolehkan snorkeling atau menyewa ban untuk bermain dan berenang di pantai bersama keluarga yang tentunya juga mengasyikkan. Seperti kawasan pantai pada umumnya, di sekitar pantai ini juga terdapat banyak tempat makan dan minum yang bisa Anda kunjungi serta beberapa pondok peristirahatan untuk Anda yang ingin bermalam.

Akses ke Pantai Trikora transport

Dari Bandara Raja Haji Fisabilillah, Tanjung Pinang Anda bisa menyewa taksi hingga lokasi Pantai Trikora dengan lama perjalanan sekitar 65 menit. Namun hal tersebut tentunya akan memakan ongkos perjalanan yang besar. Alternatif lain adalah dengan menyewa kendaraan karena saat ini belum tersedia angkutan umum yang melayani rute hingga ke Pantai Trikora. Dengan memakai kendaraan sewa dari pusat kota Tanjung Pinang, Anda bisa memilih rute yang menuju ke perbatasan Kabupaten Bintan. Pada rute ini, jalan yang akan Anda lalui sudah cukup bagus dan beraspal. Lalu dari perbatasan Kabupaten Bintan Anda bisa menuju ke perbatasan Gunung Kijang. Dari sini Anda bisa langsung menuju Pantai Trikora. Sepanjang perjalanan Anda bisa menikmati pemandangan alam yang ditawarkan.

Pantai Indah di Pinang, pantai Trikora
http://3.bp.blogspot.com/-OZ8XxHX83xw/Umm_lBXjZtI/AAAAAAAAAB0/-KBunN1q5SU/s72-c/pantai+trikora+tanjung+pinang+kaos+pinang.png
Detail
Wisata Religi Tanjung Pinang

Wisata Religi Tanjung Pinang

 
 
 
 

Wisata Religi Tanjung Pinang

Bila berkunjung ke kota Tanjung Pinang di Kep.Riau, ada sebuah objek wisata religi yang terkenal yakni Masjid Raya Sultan Riau, terletak di sebuah pulau kecil bernama Pulau Penyengat.




Pulau kecil ini berjarak kurang lebih 6 km dari kota Tanjung Pinang, ibukota dari propinsi Kepulauan Riau dan berjarak lebih kurang 35 km dari pulau Batam.

Pulau Penyengat juga merupakan salah satu obyek wisata andalan di Kepulauan Riau, salah satu objek yang bisa kita lihat adalah masjid yang dibangun pada massa Engku Putri Raja Hamidah ini, beliau merupakan istri Sultan Mahmudsyah, penguasa Riau.
Pada awalnya, Masjid Raya Sultan Riau ini hanya berlantai batu bata dengan menara yang tingginya kurang dari 6 meter. Lalu, masjid ini diperbaiki dan diperbesar oleh Yang Dipertuan Muda Raja Abdurrahman.

Masjid ini dibangun secara gotong royong oleh masyarakat hingga ke kawasan Riau Lingga untuk membantu bahan bangunan dan makanan. Bahkan konon kabarnya warna tembok bangunan Masjid Raya Sultan Riau tersebut dibuat memakai kuning telur. Hebatnya lagi, Masjid Raya Sultan Riau ini ditetapkan sebagai masjid pertama yang memakai kubah pada atapnya.

Masjid Raya Sultan Riau ini memiliki luas 54×32 meter, dengan luas bangunan 29×19 meter, ketebalan dindingnya mencapai 50 cm, sehingga menjadikan Masjid Raya Sultan Riau ini sangat kokoh dan menjadi satu-satunya peninggalan Kerajaan Riau Lingga yang tersisa.

Masjid yang didominasi dengan warna kuning yang sangat mencolok telah menjadi bangunan yang bisa langsung terlihat dari dermaga panjang dan Pelabuhan Sri Bintan Pura di Kota Tanjung Pinang.

Masjid Raya Sultan Riau ini memiliki tiga belas kubah dan empat menara masjid berujung runcing setinggi hampir 19 meter. Jika jumlah kubah dan menara dijumlahkan, maka 17 adalah penunjuk bilangan rakaat shalat dalam satu hari.

Di pintu masuk Masjid Raya Sultan Riau ini, terdapat Al Quran yang ditulis oleh Abdurrahman pada tahun 1867 M, dikisahkan Beliau ini adalah putra Riau yang belajar di Istambul Turki dan Al Quran tersebut ditulis olehnya ketika mengajar agama Islam di Pulau Penyengat, Riau.

Selain masjid ada juga makam raja-raja , yakni Raja Ja'afar dan kantor Raja Ali Marhum yang berada di tengah-tengah pulau Penyengat dan tak lupa mengunjungi balai adat khas melayu.

Di sini anda juga dapat menikmati makanan khas pulau penyengat yakni otak-otak dan kerang gong gong sejenis makanan olahan dari siput laut.

 
 
 
 
 

Wisata Religi Tanjung Pinang

Bila berkunjung ke kota Tanjung Pinang di Kep.Riau, ada sebuah objek wisata religi yang terkenal yakni Masjid Raya Sultan Riau, terletak di sebuah pulau kecil bernama Pulau Penyengat.




Pulau kecil ini berjarak kurang lebih 6 km dari kota Tanjung Pinang, ibukota dari propinsi Kepulauan Riau dan berjarak lebih kurang 35 km dari pulau Batam.

Pulau Penyengat juga merupakan salah satu obyek wisata andalan di Kepulauan Riau, salah satu objek yang bisa kita lihat adalah masjid yang dibangun pada massa Engku Putri Raja Hamidah ini, beliau merupakan istri Sultan Mahmudsyah, penguasa Riau.
Pada awalnya, Masjid Raya Sultan Riau ini hanya berlantai batu bata dengan menara yang tingginya kurang dari 6 meter. Lalu, masjid ini diperbaiki dan diperbesar oleh Yang Dipertuan Muda Raja Abdurrahman.

Masjid ini dibangun secara gotong royong oleh masyarakat hingga ke kawasan Riau Lingga untuk membantu bahan bangunan dan makanan. Bahkan konon kabarnya warna tembok bangunan Masjid Raya Sultan Riau tersebut dibuat memakai kuning telur. Hebatnya lagi, Masjid Raya Sultan Riau ini ditetapkan sebagai masjid pertama yang memakai kubah pada atapnya.

Masjid Raya Sultan Riau ini memiliki luas 54×32 meter, dengan luas bangunan 29×19 meter, ketebalan dindingnya mencapai 50 cm, sehingga menjadikan Masjid Raya Sultan Riau ini sangat kokoh dan menjadi satu-satunya peninggalan Kerajaan Riau Lingga yang tersisa.

Masjid yang didominasi dengan warna kuning yang sangat mencolok telah menjadi bangunan yang bisa langsung terlihat dari dermaga panjang dan Pelabuhan Sri Bintan Pura di Kota Tanjung Pinang.

Masjid Raya Sultan Riau ini memiliki tiga belas kubah dan empat menara masjid berujung runcing setinggi hampir 19 meter. Jika jumlah kubah dan menara dijumlahkan, maka 17 adalah penunjuk bilangan rakaat shalat dalam satu hari.

Di pintu masuk Masjid Raya Sultan Riau ini, terdapat Al Quran yang ditulis oleh Abdurrahman pada tahun 1867 M, dikisahkan Beliau ini adalah putra Riau yang belajar di Istambul Turki dan Al Quran tersebut ditulis olehnya ketika mengajar agama Islam di Pulau Penyengat, Riau.

Selain masjid ada juga makam raja-raja , yakni Raja Ja'afar dan kantor Raja Ali Marhum yang berada di tengah-tengah pulau Penyengat dan tak lupa mengunjungi balai adat khas melayu.

Di sini anda juga dapat menikmati makanan khas pulau penyengat yakni otak-otak dan kerang gong gong sejenis makanan olahan dari siput laut.

 
Wisata Religi Tanjung Pinang
http://1.bp.blogspot.com/-phJldQ9s77k/Umm9RgQ3-uI/AAAAAAAAABk/j4Sw21hWnMY/s72-c/Masjid-raya-Sultan-Riau-di-pulau-Penyengat.jpg
Detail
Wisata Sejarah Tanjung Pinang

Wisata Sejarah Tanjung Pinang

1. Kompleks Makam Daeng Celak (YDMR II)
 
Daeng Celak juga merupakan bangsawan Bugis asal Luwu yang membantu Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah berperang melawan Raja Kecil. Daeng Celak bergelar Yang Dipertuan Muda Riau II, dan menggantikan posisi Daeng Marewah.13

Makam keliling tembok setinggi 70 cm, nisan berbentuk silinder, bagian tubun nisan dihiasi dengan motif floral. Makam pertama dari pintu masuk adalah makam istri Daeng Celak bernama Tengku Puan Mandak binti Sultan Abdul Jalil Riayat Syah.

Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat

Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat terletak di Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota. Masjid dibangun pada tahun 1832 semasa pemerintahan Yang Dipertuan Muda VI Raja Jaafar (1806-1831) dan dilanjutkan pada masa pemerintahan Yang Dipertuan Muda VII Raja Abdul Rachman (Marhum Kampung Bulang) 1833-184.

Bangunan utama berukuran 20 x 18 m yang ditopang oleh 4 buah tiang dibeton. Pada keempat sudut bangunan dibuat menara tempat bilal mengumandangkan azan. Terdapat pula 13 buah kubah, jumlah kubah dan menara 17 buah melambangkan rakaat shalat.

Berdasarkan informasi dari masyarakat Pulau Penyengat pembangunan masjid juga menggunakan putih telur yang dicampur kapur, pasir, dan tanah liat untuk memperkuat struktur dinding /tembok. Luas lahan 54,5×23,5 m dengan dikelilingi tembok. Pintu utama di bagian depan mempunyai 13 anak tangga. Di sebelah kiri dan kanan masjid terdapat bangunan yang disebut Rumah Sotoh. 24

1. Makam Yang Dipertuan Muda (Raja) Riau IV Raja Haji Fisabilillah (Pahlawan Nasional)

Raja Haji Fisabilillah merupakan anak dari Daeng Celak (YDMR IV). Semasa hidupnya dikenal sebagai Yang Dipertuan Muda Riau IV (1777-1794). Dia dilantik oleh Datuk bendahara Tun Abdul Majid di Pahang mewakili Sultan Mahmudsyah III.25 Sebagai Yang dipertuan Muda juga membangun Istana Kota Piring di Pulau Beram Dewa, dan meninggal di Teluk Ketapang dalam peperangan lautnya melawan armada Belanda di bawah pimpinan. Peperangan Raja Haji beserata pasukannya melawan armada Belanda ini dikenal dengan sebutan Perang Riau, dan merupakan peperangan bahari yang sangat besar pada saat itu.26

Raja Haji adalah YDM yang membangun Istana Kota Piring di Pulau Biram Dewa. Kawasan itu kemudian dikenal sebagai juga Kota Baru. Makam Raja Haji sebelum dipindahkan oleh anaknya Raja Jakfar Yang Dipertuan Muda VI (1844-1857) ke Pulau Penyengat di Bukit Bahjah, makam beliau terletak di Melaka. Makam tersebut pernah dipugar pada tahun 1972, dan dipugar kembali oleh Pemda Tk.II Kabupaten Kepulauan Riau pada tahun 1986. Atas jasa-jasanya dalam upaya melindungi dan membela negeri pada perang bahari, oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui keputusan Presiden RI Nomor: 072/TK/1997 tanggal 11 Agustus menganugerahkan Pahlawan Nasional kepada Raja Haji Fisabilillah.27
 
2. Makam Engku Puteri Raja Hamidah, Permaisuri Sultan Riau III Sultan Mahmud Syah

Makam Engku Puteri Raja Hamidah28, terletak di Pulau Penyengat, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Propinsi Kepulauan Riau. Engku Puteri Raja Hamidah adalah anak Raja Haji Fisabilillah Yang Dipertuan Muda Riau IV.29 Ketika terjadi peperangan Raja Haji tewas melawan Belanda, kemudian perlawanan dilanjutkan oleh Raja Ali ibni Daeng Kemboja dan membawa Engku Puteri Raja Hamidah ke Sukadana dan Siantan, Mempaweh, Kalimantan Barat hingga kembali di Pulau Penyengat pada tahun 1844. Setelah pernikahan Engku Puteri Raja Hamidah dengan Sultan Mahmudsyah III, dan Pulau Penyengat sebagai maskawinnya maka yang sebelumnya sebagai kubu pertahanan, Pulau penyengat menjadi tempat kediaman permaisuri Sultan Kerajaan Riau-Lingga.

Engku Puteri dikenal sebagai pemegang regalia (alat-alat pusaka) kerajaan30 dan dalam adat istiadat merupakan tokoh kunci yang melegitimasi pengangkatan seorang sultan. Perkawinannya juga merupakan simbol pemersatu bagi pihak yang bertikai karena ulah Belanda pada masa kekacauan antara Riau dan Belanda sekitar tahun 1782-1784. Beliau meninggal pada 29 Rajab 1260 Hijirah.31

Selain Makam Engku Putri pada kompleks makam tersebut terdapat makam Raja Ali Haji yang terkenal dengan karyanya dan telah dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional 2004. Di kompleks tersebut terdapat pula makam Raja Ahmad, Raja Abdullah YDM Riau IX, Raja Abdullah (Abu Muhammad Adnan), Raja Aisyah, dan Encik Maryam dan makam lainnya. Makam Raja Hamidah Engku Puteri terletak di daerah yang disebut “Dalam Besar”. Makamnya berada di dalam bangunan cungkup beton di sekitarnya dibatasi dengan tembok keliling di dalam cungkup. Di luar cungkup terdapat makam-makam yang dibatasi oleh dinding tembok. Seluruh makam yang ada nisannya menggunakan batu andesit dengan tipe gada untuk laki-laki dan pipih untuk
3. Kompleks Makam Yang Dipertuan Muda (Raja) Riau VI Raja Ja’far

Makam Yang Dipertuan Muda (Raja) Riau VI Raja Ja’far terletak di Pulau Penyengat, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Propinsi Kepulauan Riau. Raja Ja’far atau Yang Dipertuan Muda Riau VI adalah Raja Riau yang mengembangkan pertambangan timah di Singkep. Masa pemerintahannya berlangsung pada saat Belanda dan Inggris memperebutkan wilayah jajahan. Beliau meninggal di Daik-Lingga dan kemudian dimakamkan di Pulau Penyengat. Raja Ja’far memerintah pada tahun 1805-1832.
Di dalam komplek makam ini terdapat pula makam Raja Ali32 atau Yang Dipertuan Muda Riau VIII (1844-1857). Raja Ali ini anak dari Raja Haji.33 Makam kedua tokoh ini berdampingan. Kedua makam ini berada di dalam sebuah bangunan dengan atap berbentuk kubah. Pada bagian luar terdapat ‘kolah’ atau tempat air untuk bersuci. Kedua nisan makam raja ini berupa nisan berbentuk gada.
 
5. Kompleks Makam Yang Dipertuan Muda (Raja) Riau VII Raja Abdul Rahman
 
Makam Yang Dipertuan Muda (Raja) Riau VII Raja Abdul Rahman terletak pada sebuah lereng bukit sekitar 300 meter dari masjid Sultan Riau di Pulau Penyengat, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Propinsi Kepulauan Riau. Raja Abdul Rahman adalah Yang Dipertuan Muda Ke-VII yang memerintah pada tahun 1832-1844. Setelah meninggal Yang Dipertuan Muda Riau VII dikenal dengan sebutan Marhum Kampung Bulang. Menurut catatan sejarah Masjid Sultan Riau Pulau Penyengat dibangun pada masa pemerintahan Yang Dipertuan Muda Riau VII (Raja Abdul Rahman).
 
Kompleks makam Raja Abdul Rahman terletak pada sebuah tanah yang berbukit. Di kompleks makam ini terdapat 50 makam lainnya yang terbagi menjadi dua bagian yaitu makam-makam yang terdapat di dalam pagar tembok dan makam-makam yang terdapat di luar tembok. Makam Raja Abdul Rahman terletak di depan pintu gerbang dan posisinya di tengah arah pandang pintu gerbang. Jirat dan nisannya terbuat dari batu granit. Nisannya ditutupi dengan kain kuning sebagai tanda berkaulnya para peziarah.
 
6. Makam Embung Fatimah

Makam Embung Fatimah terletak di Pulau Penyengat, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Propinsi Kepulauan Riau. Embung Fatimah adalah anak Sultan Mahmud Syah IV, dan dia permaisuri Yang Dipertuan Muda Riau IX Raja Muhammad Yusuf Al-Ahmady. 35


Perkawinannya dengan Raja Mohammad Yusuf Al-Ahmady telah mempererat persekutuan antara raja-raja Melayu dengan raja-raja keturunan Bugis yang sebelumnya retak karena adanya konflik kekuasaan.

Makam Embung Fatimah terletak di Bukit Bahjah, tidak jauh dari jalan enuju Makam Raja Haji Fisabilillah. Selain makam Embung Fatimah di kompleks ini masih terdapat makam-makam lainnya yang seluruhnya berjumlah 21 makam yang dibatasi dengan bangunan tembok dan bercungkup.

7. Gedung Tengku Bilik

Gedung Tengku Bilik terletak di Pulau Penyengat, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota. Dahulunya bangunan ini milik Tengku Bilik, adik Sultan Riau-Lingga yang terakhir? bersuami Tengku Abdul Kadir. 36

Bentuk bangunan ini merupakan ciri khas milik bangsawan Melayu pada akhir abad ke-19 seperti di Singapura (Istana Kampung Gelam), di Johor dan tempat lainnya di Semenanjung Malaysia. Bangunan ini masih relatif baik dan utuh dibandingkan dengan bangunan lainnya yang terdapat di Pulau Penyengat.
 
8. Situs Istana Kedaton-Istana Sultan Abdul Rahman Muazam Syah
 
Sisa bangunan Istana Sultan Abdul Rahman Syah memerintah pada tahun 1886-1991 ini sudah tidak tampak, hanya sisa-sisa struktur bangunan dan pintu gerbang.37Istana ini juga disebut Istana Kedaton. Arsitekturnya tidak jauh berbeda dengan Gedung Daerah di Tanjungpinang.

Kondisi bangunan ini sekarang sudah ditumbuhi pohon dan semak belukar, sedangkan bekas alun-alun (padang sewen) Istana Kedaton sekarang sudah berdiri SD Negeri Pulau Penyengat.
9. Gedung Hakim Mahkamah Syariah Raja Haji Abdullah

Gedung hakim Mahkamah Syariah merupakan tempat tinggal Raja Abdullah. Raja Abdullah ini dikenal sebagai Abu Muhamad Adnan yang mengarang beberapa kitab.

Sisa bangunan bergaya kolonial ini sudah tidak beratap, bagian depan bangunan terdapat empat buah pilar berbentuk silinder, sedangkan pada bagian belakang terdapat empat buah pilar dengan bentuk persegi. Bangunan bagian depan lebih ditinggikan sekitar satu meter, pada bangunan bagian belakang masih nampak ruang-ruang dan terdapat sumur.






10.Situs Sisa Istana Bahjah-Istana Raja Ali Kelana



Sisa Istana Bahjah-Istana Raja Ali Kelana yang terletak di Kampung Gelam, Pulau Penyengat, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang Propinsi Kepulauan Riau.

Raja Ali Kelana bin Yang Dipertuan Muda Raja Muhammad Yusuf al Ahmadi, adalah seorang tokoh dalam Perhimpunan yang dikenal dengan Rusydiyah Klub. Ia juga membuat tulisan jurnalistik berupa laporan perjalanan ke Pulau Tujuh, dan laporan tersebut dikenal dengan Pohon Perhimpunan tahun 1313 H/1898 M.

Istana Raja Ali Kelana (Istana Bahjah) merupakan kediaman seorang kelana atau calon Yang Dipertuan Muda.38 Bangunan terdiri dari dinding berjendela dengan pintu gerbang masuk menelusuri anak tangga yang menyatu dengan gedung Raja Haji Abullah. Bangunan ini juga tersambung ke tapak bangunan yang memenuhi bukit Kampung Gelam.









38 Pemerintahan Kota Tanjungpinang, (Tanjungpinang: 2005). Hal 21-22

11.Istana Raja Ali Marhum Kantor


Istana Kantor adalah istana Raja Ali Yang Dipertuan Muda Riau VIII (1844-1857) atau yang kemudian disebut Marhum Kantor. Istana ini berada di bagian tengah Pulau Penyengat sekitar 150 meter sebelah barat daya Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat. Istana Raja Ali sebagian sudah hancur yang tersisa hanya bangunan induknya. Bangunan utamanya merupakan bangunan bertingkat dua yang pada mulanya merupakan kantor Raja Ali. 39

Seluruh areal bangunan dibatasi dengan tembok keliling yang mempunyai tiga buah pintu masuk dari arah barat, utara dan timur. Pintu gapura barat berupa gapura yang sekaligus berfungsi sebagai penjagaan dan pengintaian. Pintu gerbang utara merupakan pintu gerbang untuk menuju tempat kolam pemandian. Sedangkan pintu gerbang timur berupa pintu gerbang biasa yang seolah-olah hanya meru-pakan pintu darurat. Di halaman bagian dalam tembok keliling ini masih terdapat bekas sisa-sisa lantai bangunan.



12.Gedung Tabib



Sisa bangunan Gedung Tabib terletak di Pulau Penyengat, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Propinsi Kepulauan Riau. Sisa bangunan ini merupakan tempat kediaman Engku Haji Daud yang dikenal sebagai tabib kerajaan. Bangunan ini terletak di tengah-tengah pemukiman masyarakat Kampung Jambat.

Gedung ini dulunya merupakan tempat tinggal tabib kerajaan yang menyimpan banyak obat-obatan.

Bangunan ini merupakan bangunan bata yang terdiri dari dua lantai. Saat ini bangunan Gedung Tabib Kerajaan sudah hancur tinggal sisa-sisa dinding dengan rangka pintu, jendela dan di atasnya ditumbuhi pohon beringin.

Pada beberapa rangka pintu dan jendela masih tersisa kusen-kusen kayu. Dinding bangunan yang masih ada berukuran panjang 15,80 meter dan lebar 9,90 meter.



















13.Gedung Mesiu




Dahulu bangunan ini digunakan sebagai gudang tempat menyimpan mesiu (obat bedil).40 Pada masa kejayaan Kerajaan Riau terdapat 4 buah gedung tempat menyimpan mesiu di Pulau Penyengat, tetapi sekarang tinggal satu buah yang terletak di sebelah Selatan Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat.

Bangunan ini berdiri di atas tanah kerajaan yang diserahkan pada pengurus masjid. Seluruh bangunannya merupakan tembok beton berbentuk segi empat dengan atap berbentuk runcing dari tembok. Pintu masuk terdapat di sebelah utara dengan bentuk lengkung dari kayu, jendela kecil dengan jeruji besi. Bangunan ini dikenal juga sebagai gedung obat bedil.




























14. Perigi Puteri/Perigi Kunci



Perigi41 Puteri adalah tempat pemandian bagi kaum wanita pada masa Kerajaan Melayu Riau.

Bangunan ini merupakan bangunan sumur tua yang dilindungi oleh bangunan berbentuk segi empat dengan kubah pada bagian atapnya, berfungsi sebagai tempat mandi dan mencuci pakaian para puteri raja.

Di dalam kubah tersebut terdapat sumur yang sekaligus kolam sebagai sumber airnya dan tempat duduk atau mencuci menyerupai kursi panjang dari plesteran semen dengan bagian pegangan tangganya dihiasi ukiran. Pintu masuk satu buah di bagian utara, tanpa jendela dan lubang angin. Sampai saat ini kolam yang ada di dalam bangunan ini masih dimanfaatkan oleh penduduk.











41 Perigi dapat diartikan dengan sumur atau tempat mandi

15. Sisa Bangunan Rusydiah Klub dan Tapak Percetakan Kerajaan



Rusydiah Club merupakan organisasi para cendekiawan Melayu Kerajaan Riau di Pulau penyengat yang dibentuk pada tahun 1884.42 Perhimpunan intelektual yang tidak dapat menerima kehadiran penjajah Belanda ini jauh mendahulukan perhimpunan pemuda “Budi Utomo” (1908).43 Anggotanya banyak menulis, menterjemahkan dan mencetak berbagai jenis karya tulisnya, seperti syair, ekhwal agama, adat istiadat dll.

Pada tahun 1890-an sebuah percetakan bernama Mathba’atul Riauwiyah meminta Rusydiah Klub untuk mencetak dan menerbitkan berbagai karya anggotanya.

Sejalan dengan perjalanan waktu organisasi ini tidak disukai oleh penjajah, karena tujuan dari organisasi ini menentang penjajah Belanda. Tokoh intelektual yang amat terkenal luas dari Rusdiyah Club, antara lain Raja Ali Kelana, dan Raja Khalid Hitam. Rusdiyah Club menempati sebuah bangunan, tetapi saat sekarang hanya tinggal pondasinya saja. Tapak bangunan ini menyatu dengan tapak percetakan kerajaan.









16.Benteng Bukit Kursi “Perang Riau” Melawan Belanda



Benteng Bukit Kursi ini berada persisi ditengah-tengah Pulau Penyengat. Benteng pertahanan ini dibangun menjelang perang antara Kerajaan Riau dengan Belanda pada tahun 1782-1784, tepatnya pada masa pemerintahan Yang Dipertuan Muda Riau IV, Raja Haji.44 Pada pemerintahan Raja Ali, benteng ini mengalami pembenahan.

Benteng pertahanan ini terletak di Bukit Kursi dikelilingi oleh parit pertahanan berstruktur bauksit dengan kedalaman kurang lebih 3 meter. Benteng ini dibangun untuk melindungi pusat kerajaan yang pada saat itu berada di Hulu Sungai Riau dan Kota Piring di Pulau Biram Dewa.45 Benteng tersebut adalah termodern pada masanya.

Benteng Bukit Kursi merupakan bagian dari sistem pertahanan Penyengat. Benteng Bukit Kursi merupakan benteng alam terbuka yang dibuat dari susunan batu-batu bauksit tanpa plester yang dikelilingi parit selebar 2 meter. Benteng ini juga dilengkapi dengan meriam sebanyak 8 buah. Meriam-meriam tersebut tersebar di penjuru mata angin, antara lain di tenggara dua buah, di timur laut satu buah, di barat daya dua buah, di barat satu buah, di barat laut dua buah meriam. Di sudut barat daya dan tenggara benteng, masih terlihat bentuk bastion. Di sisi barat dan timur terdapat dinding benteng berbentuk setengah lingkaran.



C.KAWASAN SENGGARANG

Dari berbagai sumber dijelaskan bahwa komunitas yang cukup besar dari orang cina di Riau bermula pada masa pemerintahan Daeng Celak yakni Yang Dipertuam Muda Riau II (1728-1745). Ketika itu sedangkan digalakan pengembangan tanaman gambir untuk komoditi ekspor.46 Berdasarkan hal itu orang cina pun banyak datang dan bekerja dalam bidang pengolahan gambir.

Dengan kedatangan orang Cina tersebut, Daeng Celak sebagai Yang Dipertuan Muda Riau II memberi kelonggaran untuk menempati Senggarang sebagai tempat kediaman atau pemukiman dari orang Cina. Sejak dijadikan sebagai pemukiman orang cina, senggarang semakin berkembang sehingga berdirilah rumah ibadah untuk orang Cina. Dalam beberapa sumber dikatakan, Senggarang adalah kawasan yang dikembangkan secara nyata sebagai kota waktu itu oleh Daeng Kamboja Yang Dipertuan Muda Riau III.

Pada zaman Raja Haji sebagai Yang Dipertuan Muda Riau IV, orang Cina banyak dipekerjakan sebagai pembuat peluru/proyektil logam, dan mesiu untuk penguasa setempat.47 Dengan hal itu membuat Senggarang semakin berkembang sebagai pemukiman pendatang pada waktu itu. Sejumlah komponen pemukiman masa lalu masih dapat dijumpai pada saat sekarang berupa tempat peribadatan etnis Cina, dan sumur tua.

Secara administrasi pemerintahan, kini Senggarang termasuk dalam Kelurahan Senggarang Kecamatan Tanjungpinang Kota, tepatnya sebelah utara dari pusat kota Tanjungpinang.

Peninggalan kepurbakalaan di senggarang mencakup peninggalan dari etnis Cina berupa bangunan tempat peribadatan yaitu klenteng dan dan vihara :





No.


Nama Situs


Alamat



1.


Kompleks Vihara Dharma Sanana


Senggarang Kel. Senggarang

Kec. Tanjungpinang Kota



2.


Klenteng Tao Sa Kong

Senggarang Kel. Senggarang

Kec. Tanjungpinang Kota





1.46 Kompleks Vihara Dharma Sanana

Dibangun sekitar 200-300 tahun yang lalu oleh imigran dari Cina daratan pada abad ke-18 M. Komplek vihara ini memiliki empat bangunan utama, tiga di antaranya merupakan kelenteng dan merupakan bangunan awal, berada pada bagian depan kompleks menghadap ke laut. Bangunan yang keempat berada di bagian belakang kelenteng pada tanah lebih tinggi, dibangun pada masa kemudian. Tiga bangunan kelenteng pada bagian depan diperuntukkan bagi dewa-dewa Cina. Nama ketiga kelenteng tersebut antara lain: kelenteng Fu De Zheng Shen, dewa yang terdapat pada kelenteng ini adalah dewa Phe Kong yaitu dewa bagi keselamatan di daratan, dalam hal ini bagi wilayah Senggarang; kelenteng yang kedua adalah Tian Hou Sheng Mu, terdapat tiga buah dewa, berada di tengah adalah dewa Ma Chou yaitu dewa untuk keselamatan dalam perjalanan di laut, di kiri dan kanan adalah dewa Phe Kong dengan sebutan Lou Wei Sheng (berada di kanan diperuntukkan bagi keselamatan orang yang sudah mati) dan To Po Kong (di kiri diperuntukkan bagi keselamatan mereka yang di darat); yang ketiga adalah kelenteng Yuan Tien Shang Di, di dalamnya juga terdapat dewa Phe Kong. Sedangkan bangunan pada bagian belakang diperuntukkan bagi Sang Buddha Amitabha, merupakan bangunan baru.

Kompleks Vihara Dharma Sasana terdiri dari 4 bangunan yang berupa 1 buah bangunan baru (Vihara Dharma Sasana) dan 3 buah bangunan lama (Klenteng Yuan Tiang Shang Di, Klenteng Fu De Zheng Shen, dan Klenteng Tian Hou Sheng Mu). Vihara Dharma Sasana didirikan tahun 1988, sedangkan 3 klenteng yang lama diperkirakan dibangun sekitar abad ke-18, yaitu sejak masa YMDR II (Daeng Celak, 1728-1748) yang memberikan kelonggaraan kepada para pendatang Cina untuk menempati daerah Senggarang. Sejak itulah, di kawasan ini dibangun perkampungan dan sejumlah rumah ibadah Tionghoa. (Pemko Tanjungpinang, 2006:148)48




2.Klenteng Tao Sa Kong



Klenteng ini dibangun oleh Kapiten Cina Chiao Ch’en tahun 1811.49 Kondisi klenteng ini sudah dililit oleh akar pohon kayu Ara atau Beringin. Bangunan yang nampak sekarang adalah bangunan baru, bangunan lama yang masih tersisa adalah sebagian tembok sisi selatan (bagian depan) dan sisi timur (dinding samping). Pada sisa dinding tersebut masih dapat dilihat bingkai-bingkai jendela. Bila dilihat dari sisa bangunan yang ada, dahulu bangunan ini terdiri dari dua lantai.

Bangunan klenteng ini menempati bekas sebuah rumah tinggal seorang Kapitan Cina yang dibangun pada abad ke-18.50 Adapun riwayat pembangunan klenteng itu sendiri, tidak diketahui dengan pasti.



D. Kawasan Pusat Kota Tanjungpinang



Peninggalan kepurbakalaan dikawasan Pusat Kota Tanjungpinang mencakup peninggalan yang berada di pusat Kota Tanjungpinang atau di luar dari kawasan Hulu Sungai Riau, Penyengat, dan Senggarang. Peninggalan ini kebanyakan berada di pusat Kota Tanjungpinang. Peninggalan di kawasan ini terdiri dari makam, bangunan dan monumen.

Peninggalan-peninggalan tersebut berada di kawasan Jalan Merdeka, Jalan Teuku Umar, Jalan Yusuf Kahar, Jalan S. Amin, Jalan Hangtuah, Jalan Ketapang, Jalan Kemboja, Jalan Tugu Pahlawan, jalan Agus Salim dan jalan lainnya.

Berikut ini daftar Benda Cagar Budaya yang berada di pusat Kota Tanjungpinang:





No


Nama Situs


Alamat



1.


Kompleks Makam Kerkhoff Belanda


Jln. Kemboja Kel. Kemboja Kec. Tanjungpinang Barat



2.


Rumah Jil Belanda (Rutan Klas II Tanjungpinang)


Jln. Penjara Kel. Tanjungpinang Barat Kec. Tanjungpinang Barat



3.


Benteng Prince Hendrik


Kompleks RSAL Kel. Tanjungpinang Barat Kec. Tanjungpinang Barat



4.


GPIB Bethel


Jln. Gereja Kel. Tanjungpinang Kota Kec.Tanjungpinang Kota



5.


Gedung Pengadilan Tertua


Jln. SM. Amin Kel. Tanjungpinang Kota Kec.Tanjungpinang Kota



6.


Klenteng Tien Hou Kong


Jln. Merdeka Kel. Tanjungpinang Kota Kec.Tanjungpinang Kota



7.


Gedung Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjungpinang


Jln. Merdeka Kel. Tanjungpinang Kota Kec.Tanjungpinang Kota



8.


Gedung Peninggalan Belanda (Gedung LP3N)


Jln. Yusuf Kahar Kel. Tanjungpinang Kota Kec.Tanjungpinang Kota



9.


Kompleks Gedung Daerah


Jln. Hangtuah Kel. Tanjungpinang Kota Kec.Tanjungpinang Kota



10.


Gedung BPLH Kab. Bintan


Jln. Hangtuah Kel. Tanjungpinang Kota Kec.Tanjungpinang Kota



11.


SD-SMP Bintan


Jln. Teuku Umar Kel. Tanjungpinang Kota Kec.Tanjungpinang Kota



12.


Eks SD 001 (Hollandsch Inlandssch Scholl)


Jln. Ketapang Kel. Tanjungpinang Kota Kec.Tanjungpinang Kota



13.


Gedung Eks Asrama Pelajar


Jln. Teuku Umar Kel. Tanjungpinang Kota Kec.Tanjungpinang Kota



14.


Masjid Raya Al-Hikmah


Jln. Masjid Kel. Tanjungpinang Kota Tanjungpinang Kec.Kota



15.


SMP 1 Tanjung Pinang (Midel Baree Scholl)


Jln. Tugu Pahlawan Kec.Tanjungpinang Kota



1.Kompleks Makam Kerkhoff Belanda



Kompleks makam ini dipergunakan sejak awal abad ke-19 M hingga sekitar tahun 1960-an.

Kondisi kompleks pemakaman ini, dua tahun terakhir baru terawat. Sebagian besar makam-makam pada kompleks pemakaman ini, nisan/batu penanda kubur yang ada sudah hilang, sehingga sulit untuk mengetahui angka tahunnya.

Riwayat makam ini belum diketahui dengan jelas, tetapi dari inskripsi yang terdapat pada nisan-nisan makam, dapat ditarik kesimpulan bahwa makam ini mulai digunakan abad ke-19 sampai abad ke-20. Angka tahun yang tertua bertarikh 1897, sedangkan angka tahun yang termuda bertarikh 1962.51

Keberadaan makam orang Belanda ini, niscayalah menjadi bukti penting bagi pernah bercokolnya Belanda di Tanjungpinang khususnya dan umumnya Kepulauan Riau. Di masa mendatang, tentulah dapat menjadi daya tarik yang tak kalah penting bagi warga negara Belanda.

2.Jil Belanda (Rutan Klas II Tanjungpinang)



Dibangun oleh pemerintahan Belanda pada tahun 1867, penjara ini merupakan penjara terbesar pada masanya di pantai timur Sumatra, mengimbangi penjara Sawah Lunto-Sumatra Barat.

Bangunan penjara ini berbentuk huruf E dengan tiang bergaya Eropa. Kerangka atas terbuat dari kayu hitam (berlian) atau kayu balau. Bagian atap sudah diganti dengan atap seng. Rumah Jil ini dilengkapi pula dengan beberapa bangunan/rumah untuk perkantoran, karyawan, dan penjaga penjara, yang menempati lahan seluas 1,5 hektare. Jumlah ruang tahanan sebanyak 21 buah dengan ukuran bervariasi, sebagian besar berukuran 8 X 5 meter. Kapasitas ruang tahanan antara lain: 45 orang, 17 orang, dan ada yang hanya 2 orang. Daya tampung keseluruhan, maksimal 250 napi. Namun, karena bertambahnya napi kapasitas maksimal tersebut bisa saja terlampaui, tercatat pada 14 Juni 2005 jumlah napi sebanyak 560 orang.

Pintu masuk berbentuk lengkung, teras beratap beton melengkung ditopang dengan tiang/pilar berbentuk seperti gapura.

Beberapa sumber menyebutkan bahwa bangunan ini pada tahap awalnya dibangun oleh Portugis setelah menjatuhkan Melaka tahun 1511 kemudian diselesaikan pembangunannya oleh Belanda pada tahun 1867.



3.Klenteng Tien Hou Kong

Klenteng ini merupakan tempat upacara keagamaan orang-orang Tionghoa, diperkirakan dibangun pada tahun 1857 oleh masyarakat Cina dari etnis Hokkien. Klenteng ini sudah beberapa kali diubah oleh masyarakat Tionghoa Tanjungpinang, dan pada tahun 1975 klenteng ini diresmikan sebagai vihara.54

Klenteng Tien Hou Kong dikenal pula dengan nama Vihara Bahtra Sasana, dilihat dari atas bangunan ini terbagi menjadi tiga ruang. Sebagaimana halnya klenteng, Tien Hou Kong didominsi dengan warna merah; dinding, tiang, lantai hingga ke atap didominasi dengan warna merah. Bagian atap dihiasi dua buah naga saling berhadapan mengapit mutiara yang berada di dalam bara api. Pada ruang depan klenteng yaitu ruang pertama dan kedua terdapat beberapa dewa yang biasa dipuja oleh orang-orang Tionghoa antara lain Dewa Ma Chou (penjaga laut), Tua Pek Kong (pelindung), Cia Lan Pho Sak (agar sukses dalam belajar), Chai Sheng Ya (banyak rejeki); pada ruangan bagian belakang, terdapat Dewa Thai Soi Kong (untuk buang sial), Kuan Ti Kong (keselamatan), Lau Chau (dewa penyembuh).

4.Kompleks Gedung Daerah



Gedung ini dibangun pada tahun 1822 oleh 14 Pemerintah Belanda yang disebut Kompleks Gubernemen, digunakan sebagai kediaman Residen. Didirikan pada masa pemberontakan Arong Balewo yang terjadi pada tahun 1820.

Ketika Riau berdiri menjadi Propinsi dan Tanjungpinang menjadi ibukota Propinsi Riau, maka gedung ini digunakan sebagai kediaman Gubernur Riau yang pertama, Mr. SM Amin dari Maret 1958 s/d Januari 1959. Selanjutnya menjadi rumah kediaman Bupati Kepala Daerah Tk. II Kabupaten Kepulauan Riau sampai tahun 1990-an. Di gedung ini pula, pejabat Gubernur Propinsi Kepulauan Riau, Drs. H. Ismeth Abdullah, dalam tahun 2004 dilantik.

Gedung Daerah adalah komplek bangunan, termasuk di dalamnya adalah bekas kantor Dinas Pariwisata Kabupaten Kepulauan Riau. Bangunan utama adalah yang disebut dengan Gedung Daerah, atap bangunan bergaya tradisional, tembok serta pilar-pilar yang mengelilingi bangunan bergaya kolonial. Pada sisi timur terdapat bangunan berbentuk limas bergaya kolonial, terdiri dari dua lantai. Kondisi bangunan saat ini telah mengalami penambahan yaitu sayap bangunan di kiri dan kanan

Selanjutnya, gedung ini dipakai sebagai kediaman Bupati Kepulauan Riau sampai tahun 1990-an. Pada tahun 2004, gedung ini dipakai sebagai tempat pelantikan pejabat Gubernur Kepulauan Riau, Drs. Ismeth Abdullah. Selanjutnya, pada tahun 2005, gedung ini dipakai pula sebagai tempat pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Kepulauan Riau terpilih, Drs. Ismeth Abdullah dan H.M. Sani (Pemerintah Kota Tanjungpinang, 2006: 153).56 Sekarang gedung ini sudah direnovasi “menyeluruh”.



5.Masjid Raya Al-Hikmah



Masjid ini didirikan oleh masyarakat India (Keling) yang ada di Tanjungpinang. Kapan didirikan masjid ini, belum diketahui secara pasti, tetapi berselang setelah adanya Kontrak Politik antara Sultan Riau dengan Belanda tahun 1857. Masjid ini sudah mengalami beberapa kali perombakan, sehingga bentuk aslinya tidak diketahui lagi.57 Masjid yang kemudian diberi nama Masjid Al-Hikmah ini dikenal sebagai Masjid Raya Kota Tanjungpinang.

Bangunan masjid ditopang dengan 8 buah tiang, jendela terbuat dari besi berjumlah 12 buah (6 di utara dan 6 di selatan), terdapat delapan buah pintu (2 di utara, 2 di selatan, dan 4 di timur). Atap masjid terdiri dari empat tingkat dan pada tingkat ke empat diletakkan kubah yang paling besar, kubah-kubah kecil terdapat pada sudut-sudut tingkat ketiga dan keempat. Pada bagian barat laut terdapat sebuah menara.

Daftar Obyek Wisata Unggulan yang ada di Kota Tanjung Pinang adalah :
- Monumen Raja Haji Fisabilillah
- Pasar Tradisional
- Mesjid Raya Sultan Riau
- Komplek Makam Engku Putri Hamidah
- Komplek Makam Raja Haji Fisabilillah
- Komplek Makam Raja Ja'afar
- Istana Raja Ali
- Makam Raja Abdulrahman
- Benteng Pertahanan Bukit Kursi
- Komplek Makam Daeng Marewah
- Komplek makam Daeng Celak
- Komplek makam Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah
- Situs istana kota Raja ( Kota Lama)

 
1. Kompleks Makam Daeng Celak (YDMR II)
 
Daeng Celak juga merupakan bangsawan Bugis asal Luwu yang membantu Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah berperang melawan Raja Kecil. Daeng Celak bergelar Yang Dipertuan Muda Riau II, dan menggantikan posisi Daeng Marewah.13

Makam keliling tembok setinggi 70 cm, nisan berbentuk silinder, bagian tubun nisan dihiasi dengan motif floral. Makam pertama dari pintu masuk adalah makam istri Daeng Celak bernama Tengku Puan Mandak binti Sultan Abdul Jalil Riayat Syah.

Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat

Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat terletak di Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota. Masjid dibangun pada tahun 1832 semasa pemerintahan Yang Dipertuan Muda VI Raja Jaafar (1806-1831) dan dilanjutkan pada masa pemerintahan Yang Dipertuan Muda VII Raja Abdul Rachman (Marhum Kampung Bulang) 1833-184.

Bangunan utama berukuran 20 x 18 m yang ditopang oleh 4 buah tiang dibeton. Pada keempat sudut bangunan dibuat menara tempat bilal mengumandangkan azan. Terdapat pula 13 buah kubah, jumlah kubah dan menara 17 buah melambangkan rakaat shalat.

Berdasarkan informasi dari masyarakat Pulau Penyengat pembangunan masjid juga menggunakan putih telur yang dicampur kapur, pasir, dan tanah liat untuk memperkuat struktur dinding /tembok. Luas lahan 54,5×23,5 m dengan dikelilingi tembok. Pintu utama di bagian depan mempunyai 13 anak tangga. Di sebelah kiri dan kanan masjid terdapat bangunan yang disebut Rumah Sotoh. 24

1. Makam Yang Dipertuan Muda (Raja) Riau IV Raja Haji Fisabilillah (Pahlawan Nasional)

Raja Haji Fisabilillah merupakan anak dari Daeng Celak (YDMR IV). Semasa hidupnya dikenal sebagai Yang Dipertuan Muda Riau IV (1777-1794). Dia dilantik oleh Datuk bendahara Tun Abdul Majid di Pahang mewakili Sultan Mahmudsyah III.25 Sebagai Yang dipertuan Muda juga membangun Istana Kota Piring di Pulau Beram Dewa, dan meninggal di Teluk Ketapang dalam peperangan lautnya melawan armada Belanda di bawah pimpinan. Peperangan Raja Haji beserata pasukannya melawan armada Belanda ini dikenal dengan sebutan Perang Riau, dan merupakan peperangan bahari yang sangat besar pada saat itu.26

Raja Haji adalah YDM yang membangun Istana Kota Piring di Pulau Biram Dewa. Kawasan itu kemudian dikenal sebagai juga Kota Baru. Makam Raja Haji sebelum dipindahkan oleh anaknya Raja Jakfar Yang Dipertuan Muda VI (1844-1857) ke Pulau Penyengat di Bukit Bahjah, makam beliau terletak di Melaka. Makam tersebut pernah dipugar pada tahun 1972, dan dipugar kembali oleh Pemda Tk.II Kabupaten Kepulauan Riau pada tahun 1986. Atas jasa-jasanya dalam upaya melindungi dan membela negeri pada perang bahari, oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui keputusan Presiden RI Nomor: 072/TK/1997 tanggal 11 Agustus menganugerahkan Pahlawan Nasional kepada Raja Haji Fisabilillah.27
 
2. Makam Engku Puteri Raja Hamidah, Permaisuri Sultan Riau III Sultan Mahmud Syah

Makam Engku Puteri Raja Hamidah28, terletak di Pulau Penyengat, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Propinsi Kepulauan Riau. Engku Puteri Raja Hamidah adalah anak Raja Haji Fisabilillah Yang Dipertuan Muda Riau IV.29 Ketika terjadi peperangan Raja Haji tewas melawan Belanda, kemudian perlawanan dilanjutkan oleh Raja Ali ibni Daeng Kemboja dan membawa Engku Puteri Raja Hamidah ke Sukadana dan Siantan, Mempaweh, Kalimantan Barat hingga kembali di Pulau Penyengat pada tahun 1844. Setelah pernikahan Engku Puteri Raja Hamidah dengan Sultan Mahmudsyah III, dan Pulau Penyengat sebagai maskawinnya maka yang sebelumnya sebagai kubu pertahanan, Pulau penyengat menjadi tempat kediaman permaisuri Sultan Kerajaan Riau-Lingga.

Engku Puteri dikenal sebagai pemegang regalia (alat-alat pusaka) kerajaan30 dan dalam adat istiadat merupakan tokoh kunci yang melegitimasi pengangkatan seorang sultan. Perkawinannya juga merupakan simbol pemersatu bagi pihak yang bertikai karena ulah Belanda pada masa kekacauan antara Riau dan Belanda sekitar tahun 1782-1784. Beliau meninggal pada 29 Rajab 1260 Hijirah.31

Selain Makam Engku Putri pada kompleks makam tersebut terdapat makam Raja Ali Haji yang terkenal dengan karyanya dan telah dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional 2004. Di kompleks tersebut terdapat pula makam Raja Ahmad, Raja Abdullah YDM Riau IX, Raja Abdullah (Abu Muhammad Adnan), Raja Aisyah, dan Encik Maryam dan makam lainnya. Makam Raja Hamidah Engku Puteri terletak di daerah yang disebut “Dalam Besar”. Makamnya berada di dalam bangunan cungkup beton di sekitarnya dibatasi dengan tembok keliling di dalam cungkup. Di luar cungkup terdapat makam-makam yang dibatasi oleh dinding tembok. Seluruh makam yang ada nisannya menggunakan batu andesit dengan tipe gada untuk laki-laki dan pipih untuk
3. Kompleks Makam Yang Dipertuan Muda (Raja) Riau VI Raja Ja’far

Makam Yang Dipertuan Muda (Raja) Riau VI Raja Ja’far terletak di Pulau Penyengat, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Propinsi Kepulauan Riau. Raja Ja’far atau Yang Dipertuan Muda Riau VI adalah Raja Riau yang mengembangkan pertambangan timah di Singkep. Masa pemerintahannya berlangsung pada saat Belanda dan Inggris memperebutkan wilayah jajahan. Beliau meninggal di Daik-Lingga dan kemudian dimakamkan di Pulau Penyengat. Raja Ja’far memerintah pada tahun 1805-1832.
Di dalam komplek makam ini terdapat pula makam Raja Ali32 atau Yang Dipertuan Muda Riau VIII (1844-1857). Raja Ali ini anak dari Raja Haji.33 Makam kedua tokoh ini berdampingan. Kedua makam ini berada di dalam sebuah bangunan dengan atap berbentuk kubah. Pada bagian luar terdapat ‘kolah’ atau tempat air untuk bersuci. Kedua nisan makam raja ini berupa nisan berbentuk gada.
 
5. Kompleks Makam Yang Dipertuan Muda (Raja) Riau VII Raja Abdul Rahman
 
Makam Yang Dipertuan Muda (Raja) Riau VII Raja Abdul Rahman terletak pada sebuah lereng bukit sekitar 300 meter dari masjid Sultan Riau di Pulau Penyengat, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Propinsi Kepulauan Riau. Raja Abdul Rahman adalah Yang Dipertuan Muda Ke-VII yang memerintah pada tahun 1832-1844. Setelah meninggal Yang Dipertuan Muda Riau VII dikenal dengan sebutan Marhum Kampung Bulang. Menurut catatan sejarah Masjid Sultan Riau Pulau Penyengat dibangun pada masa pemerintahan Yang Dipertuan Muda Riau VII (Raja Abdul Rahman).
 
Kompleks makam Raja Abdul Rahman terletak pada sebuah tanah yang berbukit. Di kompleks makam ini terdapat 50 makam lainnya yang terbagi menjadi dua bagian yaitu makam-makam yang terdapat di dalam pagar tembok dan makam-makam yang terdapat di luar tembok. Makam Raja Abdul Rahman terletak di depan pintu gerbang dan posisinya di tengah arah pandang pintu gerbang. Jirat dan nisannya terbuat dari batu granit. Nisannya ditutupi dengan kain kuning sebagai tanda berkaulnya para peziarah.
 
6. Makam Embung Fatimah

Makam Embung Fatimah terletak di Pulau Penyengat, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Propinsi Kepulauan Riau. Embung Fatimah adalah anak Sultan Mahmud Syah IV, dan dia permaisuri Yang Dipertuan Muda Riau IX Raja Muhammad Yusuf Al-Ahmady. 35


Perkawinannya dengan Raja Mohammad Yusuf Al-Ahmady telah mempererat persekutuan antara raja-raja Melayu dengan raja-raja keturunan Bugis yang sebelumnya retak karena adanya konflik kekuasaan.

Makam Embung Fatimah terletak di Bukit Bahjah, tidak jauh dari jalan enuju Makam Raja Haji Fisabilillah. Selain makam Embung Fatimah di kompleks ini masih terdapat makam-makam lainnya yang seluruhnya berjumlah 21 makam yang dibatasi dengan bangunan tembok dan bercungkup.

7. Gedung Tengku Bilik

Gedung Tengku Bilik terletak di Pulau Penyengat, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota. Dahulunya bangunan ini milik Tengku Bilik, adik Sultan Riau-Lingga yang terakhir? bersuami Tengku Abdul Kadir. 36

Bentuk bangunan ini merupakan ciri khas milik bangsawan Melayu pada akhir abad ke-19 seperti di Singapura (Istana Kampung Gelam), di Johor dan tempat lainnya di Semenanjung Malaysia. Bangunan ini masih relatif baik dan utuh dibandingkan dengan bangunan lainnya yang terdapat di Pulau Penyengat.
 
8. Situs Istana Kedaton-Istana Sultan Abdul Rahman Muazam Syah
 
Sisa bangunan Istana Sultan Abdul Rahman Syah memerintah pada tahun 1886-1991 ini sudah tidak tampak, hanya sisa-sisa struktur bangunan dan pintu gerbang.37Istana ini juga disebut Istana Kedaton. Arsitekturnya tidak jauh berbeda dengan Gedung Daerah di Tanjungpinang.

Kondisi bangunan ini sekarang sudah ditumbuhi pohon dan semak belukar, sedangkan bekas alun-alun (padang sewen) Istana Kedaton sekarang sudah berdiri SD Negeri Pulau Penyengat.
9. Gedung Hakim Mahkamah Syariah Raja Haji Abdullah

Gedung hakim Mahkamah Syariah merupakan tempat tinggal Raja Abdullah. Raja Abdullah ini dikenal sebagai Abu Muhamad Adnan yang mengarang beberapa kitab.

Sisa bangunan bergaya kolonial ini sudah tidak beratap, bagian depan bangunan terdapat empat buah pilar berbentuk silinder, sedangkan pada bagian belakang terdapat empat buah pilar dengan bentuk persegi. Bangunan bagian depan lebih ditinggikan sekitar satu meter, pada bangunan bagian belakang masih nampak ruang-ruang dan terdapat sumur.






10.Situs Sisa Istana Bahjah-Istana Raja Ali Kelana



Sisa Istana Bahjah-Istana Raja Ali Kelana yang terletak di Kampung Gelam, Pulau Penyengat, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang Propinsi Kepulauan Riau.

Raja Ali Kelana bin Yang Dipertuan Muda Raja Muhammad Yusuf al Ahmadi, adalah seorang tokoh dalam Perhimpunan yang dikenal dengan Rusydiyah Klub. Ia juga membuat tulisan jurnalistik berupa laporan perjalanan ke Pulau Tujuh, dan laporan tersebut dikenal dengan Pohon Perhimpunan tahun 1313 H/1898 M.

Istana Raja Ali Kelana (Istana Bahjah) merupakan kediaman seorang kelana atau calon Yang Dipertuan Muda.38 Bangunan terdiri dari dinding berjendela dengan pintu gerbang masuk menelusuri anak tangga yang menyatu dengan gedung Raja Haji Abullah. Bangunan ini juga tersambung ke tapak bangunan yang memenuhi bukit Kampung Gelam.









38 Pemerintahan Kota Tanjungpinang, (Tanjungpinang: 2005). Hal 21-22

11.Istana Raja Ali Marhum Kantor


Istana Kantor adalah istana Raja Ali Yang Dipertuan Muda Riau VIII (1844-1857) atau yang kemudian disebut Marhum Kantor. Istana ini berada di bagian tengah Pulau Penyengat sekitar 150 meter sebelah barat daya Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat. Istana Raja Ali sebagian sudah hancur yang tersisa hanya bangunan induknya. Bangunan utamanya merupakan bangunan bertingkat dua yang pada mulanya merupakan kantor Raja Ali. 39

Seluruh areal bangunan dibatasi dengan tembok keliling yang mempunyai tiga buah pintu masuk dari arah barat, utara dan timur. Pintu gapura barat berupa gapura yang sekaligus berfungsi sebagai penjagaan dan pengintaian. Pintu gerbang utara merupakan pintu gerbang untuk menuju tempat kolam pemandian. Sedangkan pintu gerbang timur berupa pintu gerbang biasa yang seolah-olah hanya meru-pakan pintu darurat. Di halaman bagian dalam tembok keliling ini masih terdapat bekas sisa-sisa lantai bangunan.



12.Gedung Tabib



Sisa bangunan Gedung Tabib terletak di Pulau Penyengat, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Propinsi Kepulauan Riau. Sisa bangunan ini merupakan tempat kediaman Engku Haji Daud yang dikenal sebagai tabib kerajaan. Bangunan ini terletak di tengah-tengah pemukiman masyarakat Kampung Jambat.

Gedung ini dulunya merupakan tempat tinggal tabib kerajaan yang menyimpan banyak obat-obatan.

Bangunan ini merupakan bangunan bata yang terdiri dari dua lantai. Saat ini bangunan Gedung Tabib Kerajaan sudah hancur tinggal sisa-sisa dinding dengan rangka pintu, jendela dan di atasnya ditumbuhi pohon beringin.

Pada beberapa rangka pintu dan jendela masih tersisa kusen-kusen kayu. Dinding bangunan yang masih ada berukuran panjang 15,80 meter dan lebar 9,90 meter.



















13.Gedung Mesiu




Dahulu bangunan ini digunakan sebagai gudang tempat menyimpan mesiu (obat bedil).40 Pada masa kejayaan Kerajaan Riau terdapat 4 buah gedung tempat menyimpan mesiu di Pulau Penyengat, tetapi sekarang tinggal satu buah yang terletak di sebelah Selatan Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat.

Bangunan ini berdiri di atas tanah kerajaan yang diserahkan pada pengurus masjid. Seluruh bangunannya merupakan tembok beton berbentuk segi empat dengan atap berbentuk runcing dari tembok. Pintu masuk terdapat di sebelah utara dengan bentuk lengkung dari kayu, jendela kecil dengan jeruji besi. Bangunan ini dikenal juga sebagai gedung obat bedil.




























14. Perigi Puteri/Perigi Kunci



Perigi41 Puteri adalah tempat pemandian bagi kaum wanita pada masa Kerajaan Melayu Riau.

Bangunan ini merupakan bangunan sumur tua yang dilindungi oleh bangunan berbentuk segi empat dengan kubah pada bagian atapnya, berfungsi sebagai tempat mandi dan mencuci pakaian para puteri raja.

Di dalam kubah tersebut terdapat sumur yang sekaligus kolam sebagai sumber airnya dan tempat duduk atau mencuci menyerupai kursi panjang dari plesteran semen dengan bagian pegangan tangganya dihiasi ukiran. Pintu masuk satu buah di bagian utara, tanpa jendela dan lubang angin. Sampai saat ini kolam yang ada di dalam bangunan ini masih dimanfaatkan oleh penduduk.











41 Perigi dapat diartikan dengan sumur atau tempat mandi

15. Sisa Bangunan Rusydiah Klub dan Tapak Percetakan Kerajaan



Rusydiah Club merupakan organisasi para cendekiawan Melayu Kerajaan Riau di Pulau penyengat yang dibentuk pada tahun 1884.42 Perhimpunan intelektual yang tidak dapat menerima kehadiran penjajah Belanda ini jauh mendahulukan perhimpunan pemuda “Budi Utomo” (1908).43 Anggotanya banyak menulis, menterjemahkan dan mencetak berbagai jenis karya tulisnya, seperti syair, ekhwal agama, adat istiadat dll.

Pada tahun 1890-an sebuah percetakan bernama Mathba’atul Riauwiyah meminta Rusydiah Klub untuk mencetak dan menerbitkan berbagai karya anggotanya.

Sejalan dengan perjalanan waktu organisasi ini tidak disukai oleh penjajah, karena tujuan dari organisasi ini menentang penjajah Belanda. Tokoh intelektual yang amat terkenal luas dari Rusdiyah Club, antara lain Raja Ali Kelana, dan Raja Khalid Hitam. Rusdiyah Club menempati sebuah bangunan, tetapi saat sekarang hanya tinggal pondasinya saja. Tapak bangunan ini menyatu dengan tapak percetakan kerajaan.









16.Benteng Bukit Kursi “Perang Riau” Melawan Belanda



Benteng Bukit Kursi ini berada persisi ditengah-tengah Pulau Penyengat. Benteng pertahanan ini dibangun menjelang perang antara Kerajaan Riau dengan Belanda pada tahun 1782-1784, tepatnya pada masa pemerintahan Yang Dipertuan Muda Riau IV, Raja Haji.44 Pada pemerintahan Raja Ali, benteng ini mengalami pembenahan.

Benteng pertahanan ini terletak di Bukit Kursi dikelilingi oleh parit pertahanan berstruktur bauksit dengan kedalaman kurang lebih 3 meter. Benteng ini dibangun untuk melindungi pusat kerajaan yang pada saat itu berada di Hulu Sungai Riau dan Kota Piring di Pulau Biram Dewa.45 Benteng tersebut adalah termodern pada masanya.

Benteng Bukit Kursi merupakan bagian dari sistem pertahanan Penyengat. Benteng Bukit Kursi merupakan benteng alam terbuka yang dibuat dari susunan batu-batu bauksit tanpa plester yang dikelilingi parit selebar 2 meter. Benteng ini juga dilengkapi dengan meriam sebanyak 8 buah. Meriam-meriam tersebut tersebar di penjuru mata angin, antara lain di tenggara dua buah, di timur laut satu buah, di barat daya dua buah, di barat satu buah, di barat laut dua buah meriam. Di sudut barat daya dan tenggara benteng, masih terlihat bentuk bastion. Di sisi barat dan timur terdapat dinding benteng berbentuk setengah lingkaran.



C.KAWASAN SENGGARANG

Dari berbagai sumber dijelaskan bahwa komunitas yang cukup besar dari orang cina di Riau bermula pada masa pemerintahan Daeng Celak yakni Yang Dipertuam Muda Riau II (1728-1745). Ketika itu sedangkan digalakan pengembangan tanaman gambir untuk komoditi ekspor.46 Berdasarkan hal itu orang cina pun banyak datang dan bekerja dalam bidang pengolahan gambir.

Dengan kedatangan orang Cina tersebut, Daeng Celak sebagai Yang Dipertuan Muda Riau II memberi kelonggaran untuk menempati Senggarang sebagai tempat kediaman atau pemukiman dari orang Cina. Sejak dijadikan sebagai pemukiman orang cina, senggarang semakin berkembang sehingga berdirilah rumah ibadah untuk orang Cina. Dalam beberapa sumber dikatakan, Senggarang adalah kawasan yang dikembangkan secara nyata sebagai kota waktu itu oleh Daeng Kamboja Yang Dipertuan Muda Riau III.

Pada zaman Raja Haji sebagai Yang Dipertuan Muda Riau IV, orang Cina banyak dipekerjakan sebagai pembuat peluru/proyektil logam, dan mesiu untuk penguasa setempat.47 Dengan hal itu membuat Senggarang semakin berkembang sebagai pemukiman pendatang pada waktu itu. Sejumlah komponen pemukiman masa lalu masih dapat dijumpai pada saat sekarang berupa tempat peribadatan etnis Cina, dan sumur tua.

Secara administrasi pemerintahan, kini Senggarang termasuk dalam Kelurahan Senggarang Kecamatan Tanjungpinang Kota, tepatnya sebelah utara dari pusat kota Tanjungpinang.

Peninggalan kepurbakalaan di senggarang mencakup peninggalan dari etnis Cina berupa bangunan tempat peribadatan yaitu klenteng dan dan vihara :





No.


Nama Situs


Alamat



1.


Kompleks Vihara Dharma Sanana


Senggarang Kel. Senggarang

Kec. Tanjungpinang Kota



2.


Klenteng Tao Sa Kong

Senggarang Kel. Senggarang

Kec. Tanjungpinang Kota





1.46 Kompleks Vihara Dharma Sanana

Dibangun sekitar 200-300 tahun yang lalu oleh imigran dari Cina daratan pada abad ke-18 M. Komplek vihara ini memiliki empat bangunan utama, tiga di antaranya merupakan kelenteng dan merupakan bangunan awal, berada pada bagian depan kompleks menghadap ke laut. Bangunan yang keempat berada di bagian belakang kelenteng pada tanah lebih tinggi, dibangun pada masa kemudian. Tiga bangunan kelenteng pada bagian depan diperuntukkan bagi dewa-dewa Cina. Nama ketiga kelenteng tersebut antara lain: kelenteng Fu De Zheng Shen, dewa yang terdapat pada kelenteng ini adalah dewa Phe Kong yaitu dewa bagi keselamatan di daratan, dalam hal ini bagi wilayah Senggarang; kelenteng yang kedua adalah Tian Hou Sheng Mu, terdapat tiga buah dewa, berada di tengah adalah dewa Ma Chou yaitu dewa untuk keselamatan dalam perjalanan di laut, di kiri dan kanan adalah dewa Phe Kong dengan sebutan Lou Wei Sheng (berada di kanan diperuntukkan bagi keselamatan orang yang sudah mati) dan To Po Kong (di kiri diperuntukkan bagi keselamatan mereka yang di darat); yang ketiga adalah kelenteng Yuan Tien Shang Di, di dalamnya juga terdapat dewa Phe Kong. Sedangkan bangunan pada bagian belakang diperuntukkan bagi Sang Buddha Amitabha, merupakan bangunan baru.

Kompleks Vihara Dharma Sasana terdiri dari 4 bangunan yang berupa 1 buah bangunan baru (Vihara Dharma Sasana) dan 3 buah bangunan lama (Klenteng Yuan Tiang Shang Di, Klenteng Fu De Zheng Shen, dan Klenteng Tian Hou Sheng Mu). Vihara Dharma Sasana didirikan tahun 1988, sedangkan 3 klenteng yang lama diperkirakan dibangun sekitar abad ke-18, yaitu sejak masa YMDR II (Daeng Celak, 1728-1748) yang memberikan kelonggaraan kepada para pendatang Cina untuk menempati daerah Senggarang. Sejak itulah, di kawasan ini dibangun perkampungan dan sejumlah rumah ibadah Tionghoa. (Pemko Tanjungpinang, 2006:148)48




2.Klenteng Tao Sa Kong



Klenteng ini dibangun oleh Kapiten Cina Chiao Ch’en tahun 1811.49 Kondisi klenteng ini sudah dililit oleh akar pohon kayu Ara atau Beringin. Bangunan yang nampak sekarang adalah bangunan baru, bangunan lama yang masih tersisa adalah sebagian tembok sisi selatan (bagian depan) dan sisi timur (dinding samping). Pada sisa dinding tersebut masih dapat dilihat bingkai-bingkai jendela. Bila dilihat dari sisa bangunan yang ada, dahulu bangunan ini terdiri dari dua lantai.

Bangunan klenteng ini menempati bekas sebuah rumah tinggal seorang Kapitan Cina yang dibangun pada abad ke-18.50 Adapun riwayat pembangunan klenteng itu sendiri, tidak diketahui dengan pasti.



D. Kawasan Pusat Kota Tanjungpinang



Peninggalan kepurbakalaan dikawasan Pusat Kota Tanjungpinang mencakup peninggalan yang berada di pusat Kota Tanjungpinang atau di luar dari kawasan Hulu Sungai Riau, Penyengat, dan Senggarang. Peninggalan ini kebanyakan berada di pusat Kota Tanjungpinang. Peninggalan di kawasan ini terdiri dari makam, bangunan dan monumen.

Peninggalan-peninggalan tersebut berada di kawasan Jalan Merdeka, Jalan Teuku Umar, Jalan Yusuf Kahar, Jalan S. Amin, Jalan Hangtuah, Jalan Ketapang, Jalan Kemboja, Jalan Tugu Pahlawan, jalan Agus Salim dan jalan lainnya.

Berikut ini daftar Benda Cagar Budaya yang berada di pusat Kota Tanjungpinang:





No


Nama Situs


Alamat



1.


Kompleks Makam Kerkhoff Belanda


Jln. Kemboja Kel. Kemboja Kec. Tanjungpinang Barat



2.


Rumah Jil Belanda (Rutan Klas II Tanjungpinang)


Jln. Penjara Kel. Tanjungpinang Barat Kec. Tanjungpinang Barat



3.


Benteng Prince Hendrik


Kompleks RSAL Kel. Tanjungpinang Barat Kec. Tanjungpinang Barat



4.


GPIB Bethel


Jln. Gereja Kel. Tanjungpinang Kota Kec.Tanjungpinang Kota



5.


Gedung Pengadilan Tertua


Jln. SM. Amin Kel. Tanjungpinang Kota Kec.Tanjungpinang Kota



6.


Klenteng Tien Hou Kong


Jln. Merdeka Kel. Tanjungpinang Kota Kec.Tanjungpinang Kota



7.


Gedung Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjungpinang


Jln. Merdeka Kel. Tanjungpinang Kota Kec.Tanjungpinang Kota



8.


Gedung Peninggalan Belanda (Gedung LP3N)


Jln. Yusuf Kahar Kel. Tanjungpinang Kota Kec.Tanjungpinang Kota



9.


Kompleks Gedung Daerah


Jln. Hangtuah Kel. Tanjungpinang Kota Kec.Tanjungpinang Kota



10.


Gedung BPLH Kab. Bintan


Jln. Hangtuah Kel. Tanjungpinang Kota Kec.Tanjungpinang Kota



11.


SD-SMP Bintan


Jln. Teuku Umar Kel. Tanjungpinang Kota Kec.Tanjungpinang Kota



12.


Eks SD 001 (Hollandsch Inlandssch Scholl)


Jln. Ketapang Kel. Tanjungpinang Kota Kec.Tanjungpinang Kota



13.


Gedung Eks Asrama Pelajar


Jln. Teuku Umar Kel. Tanjungpinang Kota Kec.Tanjungpinang Kota



14.


Masjid Raya Al-Hikmah


Jln. Masjid Kel. Tanjungpinang Kota Tanjungpinang Kec.Kota



15.


SMP 1 Tanjung Pinang (Midel Baree Scholl)


Jln. Tugu Pahlawan Kec.Tanjungpinang Kota



1.Kompleks Makam Kerkhoff Belanda



Kompleks makam ini dipergunakan sejak awal abad ke-19 M hingga sekitar tahun 1960-an.

Kondisi kompleks pemakaman ini, dua tahun terakhir baru terawat. Sebagian besar makam-makam pada kompleks pemakaman ini, nisan/batu penanda kubur yang ada sudah hilang, sehingga sulit untuk mengetahui angka tahunnya.

Riwayat makam ini belum diketahui dengan jelas, tetapi dari inskripsi yang terdapat pada nisan-nisan makam, dapat ditarik kesimpulan bahwa makam ini mulai digunakan abad ke-19 sampai abad ke-20. Angka tahun yang tertua bertarikh 1897, sedangkan angka tahun yang termuda bertarikh 1962.51

Keberadaan makam orang Belanda ini, niscayalah menjadi bukti penting bagi pernah bercokolnya Belanda di Tanjungpinang khususnya dan umumnya Kepulauan Riau. Di masa mendatang, tentulah dapat menjadi daya tarik yang tak kalah penting bagi warga negara Belanda.

2.Jil Belanda (Rutan Klas II Tanjungpinang)



Dibangun oleh pemerintahan Belanda pada tahun 1867, penjara ini merupakan penjara terbesar pada masanya di pantai timur Sumatra, mengimbangi penjara Sawah Lunto-Sumatra Barat.

Bangunan penjara ini berbentuk huruf E dengan tiang bergaya Eropa. Kerangka atas terbuat dari kayu hitam (berlian) atau kayu balau. Bagian atap sudah diganti dengan atap seng. Rumah Jil ini dilengkapi pula dengan beberapa bangunan/rumah untuk perkantoran, karyawan, dan penjaga penjara, yang menempati lahan seluas 1,5 hektare. Jumlah ruang tahanan sebanyak 21 buah dengan ukuran bervariasi, sebagian besar berukuran 8 X 5 meter. Kapasitas ruang tahanan antara lain: 45 orang, 17 orang, dan ada yang hanya 2 orang. Daya tampung keseluruhan, maksimal 250 napi. Namun, karena bertambahnya napi kapasitas maksimal tersebut bisa saja terlampaui, tercatat pada 14 Juni 2005 jumlah napi sebanyak 560 orang.

Pintu masuk berbentuk lengkung, teras beratap beton melengkung ditopang dengan tiang/pilar berbentuk seperti gapura.

Beberapa sumber menyebutkan bahwa bangunan ini pada tahap awalnya dibangun oleh Portugis setelah menjatuhkan Melaka tahun 1511 kemudian diselesaikan pembangunannya oleh Belanda pada tahun 1867.



3.Klenteng Tien Hou Kong

Klenteng ini merupakan tempat upacara keagamaan orang-orang Tionghoa, diperkirakan dibangun pada tahun 1857 oleh masyarakat Cina dari etnis Hokkien. Klenteng ini sudah beberapa kali diubah oleh masyarakat Tionghoa Tanjungpinang, dan pada tahun 1975 klenteng ini diresmikan sebagai vihara.54

Klenteng Tien Hou Kong dikenal pula dengan nama Vihara Bahtra Sasana, dilihat dari atas bangunan ini terbagi menjadi tiga ruang. Sebagaimana halnya klenteng, Tien Hou Kong didominsi dengan warna merah; dinding, tiang, lantai hingga ke atap didominasi dengan warna merah. Bagian atap dihiasi dua buah naga saling berhadapan mengapit mutiara yang berada di dalam bara api. Pada ruang depan klenteng yaitu ruang pertama dan kedua terdapat beberapa dewa yang biasa dipuja oleh orang-orang Tionghoa antara lain Dewa Ma Chou (penjaga laut), Tua Pek Kong (pelindung), Cia Lan Pho Sak (agar sukses dalam belajar), Chai Sheng Ya (banyak rejeki); pada ruangan bagian belakang, terdapat Dewa Thai Soi Kong (untuk buang sial), Kuan Ti Kong (keselamatan), Lau Chau (dewa penyembuh).

4.Kompleks Gedung Daerah



Gedung ini dibangun pada tahun 1822 oleh 14 Pemerintah Belanda yang disebut Kompleks Gubernemen, digunakan sebagai kediaman Residen. Didirikan pada masa pemberontakan Arong Balewo yang terjadi pada tahun 1820.

Ketika Riau berdiri menjadi Propinsi dan Tanjungpinang menjadi ibukota Propinsi Riau, maka gedung ini digunakan sebagai kediaman Gubernur Riau yang pertama, Mr. SM Amin dari Maret 1958 s/d Januari 1959. Selanjutnya menjadi rumah kediaman Bupati Kepala Daerah Tk. II Kabupaten Kepulauan Riau sampai tahun 1990-an. Di gedung ini pula, pejabat Gubernur Propinsi Kepulauan Riau, Drs. H. Ismeth Abdullah, dalam tahun 2004 dilantik.

Gedung Daerah adalah komplek bangunan, termasuk di dalamnya adalah bekas kantor Dinas Pariwisata Kabupaten Kepulauan Riau. Bangunan utama adalah yang disebut dengan Gedung Daerah, atap bangunan bergaya tradisional, tembok serta pilar-pilar yang mengelilingi bangunan bergaya kolonial. Pada sisi timur terdapat bangunan berbentuk limas bergaya kolonial, terdiri dari dua lantai. Kondisi bangunan saat ini telah mengalami penambahan yaitu sayap bangunan di kiri dan kanan

Selanjutnya, gedung ini dipakai sebagai kediaman Bupati Kepulauan Riau sampai tahun 1990-an. Pada tahun 2004, gedung ini dipakai sebagai tempat pelantikan pejabat Gubernur Kepulauan Riau, Drs. Ismeth Abdullah. Selanjutnya, pada tahun 2005, gedung ini dipakai pula sebagai tempat pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Kepulauan Riau terpilih, Drs. Ismeth Abdullah dan H.M. Sani (Pemerintah Kota Tanjungpinang, 2006: 153).56 Sekarang gedung ini sudah direnovasi “menyeluruh”.



5.Masjid Raya Al-Hikmah



Masjid ini didirikan oleh masyarakat India (Keling) yang ada di Tanjungpinang. Kapan didirikan masjid ini, belum diketahui secara pasti, tetapi berselang setelah adanya Kontrak Politik antara Sultan Riau dengan Belanda tahun 1857. Masjid ini sudah mengalami beberapa kali perombakan, sehingga bentuk aslinya tidak diketahui lagi.57 Masjid yang kemudian diberi nama Masjid Al-Hikmah ini dikenal sebagai Masjid Raya Kota Tanjungpinang.

Bangunan masjid ditopang dengan 8 buah tiang, jendela terbuat dari besi berjumlah 12 buah (6 di utara dan 6 di selatan), terdapat delapan buah pintu (2 di utara, 2 di selatan, dan 4 di timur). Atap masjid terdiri dari empat tingkat dan pada tingkat ke empat diletakkan kubah yang paling besar, kubah-kubah kecil terdapat pada sudut-sudut tingkat ketiga dan keempat. Pada bagian barat laut terdapat sebuah menara.

Daftar Obyek Wisata Unggulan yang ada di Kota Tanjung Pinang adalah :
- Monumen Raja Haji Fisabilillah
- Pasar Tradisional
- Mesjid Raya Sultan Riau
- Komplek Makam Engku Putri Hamidah
- Komplek Makam Raja Haji Fisabilillah
- Komplek Makam Raja Ja'afar
- Istana Raja Ali
- Makam Raja Abdulrahman
- Benteng Pertahanan Bukit Kursi
- Komplek Makam Daeng Marewah
- Komplek makam Daeng Celak
- Komplek makam Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah
- Situs istana kota Raja ( Kota Lama)

 
Wisata Sejarah Tanjung Pinang
http://3.bp.blogspot.com/-YgwzoVZicao/Umm8QyZ3ibI/AAAAAAAAABc/5kRRJWjP2mg/s72-c/Kompleks+Makam+Daeng+Celak+(YDMR+II).jpg
Detail
kaos pinang, kaos oleh-oleh khas pinang

kaos pinang, kaos oleh-oleh khas pinang

kaos pinang, kaos oleh-oleh khas pinang

kaos pinang, kaos oleh-oleh khas pinang

kaos pinang, kaos oleh-oleh khas pinang
http://2.bp.blogspot.com/-_w5IUIalCWI/Udzcvf9SIXI/AAAAAAAAAAk/mnEY4311YQ0/s72-c/kaospinang.jpg
Detail

Kaos Batam GonGGonG, kaos kartun lucu plesetan kata-kata khas batam www.kaoskhasbatam.com



 
Copyright © 2011. kaospinang|kaos khas pinang| kaos oleh-oleh khas tanjung pinang - All Rights Reserved